BATAM, PM: Berita Bea dan Cukai Batam kalah sidang prapreadilan, menjadi perbincangan publik. Permohonan praperadilan terkait penindakan kapal tanker MT Zakira yang dilakukan Bea Cukai dalam Operasi Sriwijaya tahun 2022 dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Karimun, Jumat (2/12).
Hakim tunggal, Gracious Perangin-angin menilai, penindakan yang dilakukan aparat Bea Cukai sebelumnya tidak sah dengan mempertimbangkan segala aspek hukum yang berlaku. Menurut Gracious, perbuatan hukum lanjutan dari penangkapan yang dilakukan Bea Cukai Batam selaku Termohon II dinyatakan tidak sah dengan segala akibat hukumnya.
Hakim memerintahkan untuk membebaskan dua pemohon yakni Muhammad Imam dan Albi Zumara
dari tahanan. Termasuk juga membebaskan kapal tanker MT Zakira beserta muatannya yang diamankan pada 25 September 2022.
“Sudah kami buktikan, sampai kami hadirkan ahli Kepabeanan serta Sema (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 4 Tahun 2021,” ujar Kepala Seksi Layanan Informasi (Kasi Humas) Bea Cukai Batam, Ricky Mohamad Hanafie menjawab pertanyaan POSMETRO, Kamis (8/12).
Menurut dia, setelah dieksekusi atau dibebaskan, Selasa (6/12) sore, dua tersangka: Muhammad Imam dan Albi Zumara kembali ditangkap, kini keduanya ditahan di rutan Polresta Barelang. Alasan Bea Cukai Batam, putusan pra peradilan tidak menghilangkan tindak pidana Kepabeanan.
“Kalau praperadilan itu terkait adminstratif berupa penangkapan, penahanan, penyitaan. Tersangka tersebut setelah dilepas, kemudian kami tangkap lagi, karena Pemohon tersebut masih berstatus tersangka perkara pidana bidang Kepabeanan,” jelas Ricky.
Lantas apa yang dilanggar oleh MT Zakira ini? Menurut Ricky, kesalahan dari kapal MT Zakira ini, pertama sebagai sarana pengangkut, kuasa dari jasa pengangkut tidak memberitahukan kepada Bea Cukai 1x 24 jam kedatangan membawa barang (solar). Kedua, kapal MT Zakira tidak ada manifes yang bisa ditunjukkan kepada pihaknya. “Artinya sudah masuk unsur pidana Kepabeanannya,” kata dia.
Kemudian apa yang dipermasalahkan oleh pihak Pemohon pada praperadilan? Ricky menyebut itu masalah pada saat penindakan. “Jadi kami (Bea Cukai) punya dua kewenangan: administratif. Jika pada administratif ini ada dugaan pidana ditemukan, jadi ada transisi dari administratif ke upaya paksa, terbitlah sprindik (surat perintah penyidikan),” imbuhnya.
Sambung Ricky, “Saat di laut, kita melakukan penindakan belum upaya paksa. Di laut mereka (Nakhoda MT Zakira) kooperartif hingga dia membawa kapal sendiri ke darat dikawal dengan kapal kita. Sampai di darat (Batam) pelanggaran administratif tadi kita dalami, ternyata ada pidana sehingga terbitlah surat perintah penyidikan (sprindik). Kemudian upaya paksa semuanya kita lakukan di Batam. Tapi mereka menggangap penindakan Bea Cukai yang administratif di laut itu merupakan upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan”.
Ricky menambahkan, dasar hukum penindakan di laut yaitu UU Kepabeanan, begitu kapal merapat ke Batam lalu diperiksa ada tindak pidana yang dilanggar, terbit sprindik (surat perintah penyidikan) dasar hukum yang digunakan KUHAP.(cnk)