Sebenarnya ingin nulis tentang Papua. Alasannya, punya teman ketika SD dengan warga sana yang saat itu masih disebut Irian Jaya. Tapi khawatir nanti salah tanggap banyak pihak.
Sebenarnya juga ingin nulis demo mahasiswa. Hemmm. Malah kepikiran untuk mewanti-wanti anak gadis saya yang kini di semester tiga.
Jadi, sebenarnya mau nulis apa? Maaf, banyak kali alinea pembukanya ya. Maka ikhlaskan sajalah yang mau baca kolom ini. Lagian, saya memang mau bahas soal ikhlas dan gratis.
Gratis dulu ya. Tak pandang kaya atau miskin, suka gratisan. Buktinya, yang punya mobil sering belanja pada mini marketnya gratis parkir. Bahkan, kami yang ada di Tiban pernah menolak parkir berbayar di Kawasan Tiban Center. Sampai walikota pun turun tangan.
Kalau berbayar, alamat sepilah Tiban Food Courtnya. Lah yang makan ke sana, banyak yang “wajah-wajah” Batam Center, kok.
Gratisan lain yang lagi marak adalah di aplikasi online. Pesan GoFood/GrabFood makanannya bayar tapi upah ojek gratis. Bahkan beli pulsa pun bisa gratis di aplikasi Dana atau Tokopedia, asal dapat vouchernya.
Dan jangan lupa, ada yang paling duluan gratis untuk bisnis online, Shopee. Awal hadir di Indonesia kurang gema di tv karena jarang iklan. Mereka punya konsep gratis ongkir (ongkos kirim) yang dipromosikan via online saja. Entah karena untung atau dapat investor baru, kini malah bosan kita pindah chanel tv, ketemunya iklan Shopee terus.
Nah, mungkin karena tahu orang Indonesia suka gratisan, ada juga model bisnis lain yang bayarnya ikhlas. Biasanya nyangkut pengobatan alternatif (bukan dukun ya). Saya saksikan sendiri lebih ramai yang cara pembayarannya ikhlas, ketimbang yang jelas tarifnya.
Maaf, saya contohkan lagi tempatnya di Tiban, Pondok Pengobatan Alternatif Miftahussyifa. Ini entah cabang ke berapa di seluruh Indonesia. Pusatnya di Bengkulu. Pasien cukup masukan duit di kotak amal yang ada di setiap kamar petugas terapinya. Terserah mau berapa.
Saya malah sempat terkagum, karena pasiennya justru orang kaya pemilik tiga mini market. Mulai dari Tiban, Sei Harapan dan Batuaji. Bukan mini market nasional itu ya. Tapi mini market lokal yang saya sedikit tahu awal berdirinya dan kenal karyawan seniornya.
Rupanya karyawan seniornya itulah yang nyarankan bosnya tersebut. Padahal, udah bolak-balik ke Singapura berobat, eh tetap saja cari yang gratisan eh ikhlas.
Mungkin karena konsep ikhlas itu, pasiennya banyak. Pasien tak perlu berpikir sekali terapi dikalikan beberapa kali hingga jutaan juga habis. Tak stress hingga tiap kali terapi ada perubahan, akhirnya sehat.
Nah, apa benang merahnya? Anak milenial yang mau berbisnis padukanlah konsep gratis dan ikhlas ini. Bagaimana caranya? Pakai ilmu ATM (Amati Tiru Modifikasi). Lalu, walah maaf, jangan tanya lagi. Lakukan saja!
“Sebaiknya-baiknya bisnis adalah yang dijalankan. Bukan yang ditanyakan terus menerus.”
Hmm…semoga yang punya kalimat bijak itu ikhlas saya kutip kalimatnya.***