Kisah Garda Terdepan RSBP Batam Tangani Covid-19, Tidur di Mess hingga Cerita Lucu Pasien

    spot_img

    Baca juga

    Pendaftaran Fuel Card 5.0 Sudah Mulai Dibuka, Ini syaratnya

    BATAM, POSMETRO.CO : Pendaftaran Fuel Card 5.0 sebagai kartu...

    Rudi Tekan PT Adhi Karya Terkait Pengerjaan Masjid Agung Harus Selesai Tepat Waktu

    BATAM, POSMETRO.CO : Pemerintah Kota (Pemko) Batam terus mendorong...

    Halal Bihalal Keluarga Besar Legiun Veteran RI Kota Batam

    BATAM, POSMETRO.CO : Berlangsung di Hotel Golden View Bengkong,...

    Bolehkah Menikung di Area Blindspot? Ini Penjelasannya!

    BATAM, POSMETRO: Saat berkendara, kita sering dihadapkan dengan situasi...

    Warga dan Pihak Sekolah Yayasan Yos Sudarso Ambil Kesepakatan Lewat Mediasi

    BATAM, POSMETRO.CO :  Cek cok sempat terjadi. Warga Kampung...
    spot_img

    Share

    Paramedis saat merawat pasien Covid-19 di RSBP Batam. (Posmetro.co/ist)

    BATAM, POSMETRO.CO: Sejumlah paramedis di Rumah Sakit Badan Pengusahaan (RSBP) Batam di Sekupang merawat sejumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan pasien terkonfirmasi Covid-19. Dalam melakukan perawatan banyak perjuangan yang dilalui sehingga pasien yang ditangani sembuh seperti sediakala.

    Paramedis yang menangani pasien covid-19 ini di antaranya ada Fatmauli Simarmata bidang Radiologi, Ira Wulandari bidang radiografer, Siti Aminah Petugas Kamar Jenazah, dokter Tafsil Spesialis Paru, Norma Erlina Nur perawat utama pasien Covid-19 serta Eni Srinurwanti bidang Analis.

    Dikisahkan Norma Erlina Nur, Perawat Utama pasien Covid-19 saat menangani pasien. Dikatakannya, dalam merawat pasien Covid-19 beda dengan pasien SARS. Penularannya juga berbeda-beda. Dalam penanganannya pun harus sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

    “Tapi tetap terapkan SOP. Dan Alat Pelindung Diri (APD) yang dipakai itu level 3,” katanya.

    Menurut Norma, biasanya yang dikeluhkan pasien Covid adalah rasa bosan. Bosan karena sudah lama tak pulang ke rumahnya. Ini memang membutuhkan kesabaran karena untuk menunggu hasil tes polymerase chain reaction (PCR) itu cukup lama.

    Untuk ‘mengobati’ rasa bosan sang pasien, perawat mengantisipasinya dengan melakukan hal yang menggembirakan terhadap pasien. Misalnya bercerita dengan materi lucu.

    “Untuk menenangkan pasien, kami membuat pasien kami bergembira. Biar ngga bosan, cerita dengan pasien,” katanya lagi.

    Norma menambahkan, ada pasien Covid-19 merasa tidak sakit. Meski demikian, si pasien tentunya tidak bisa melakukan isolasi mandiri. Untuk pencegahannya maka harus dirawat oleh dokter.

    Untuk makanan pasien, ia memastikan, karena penyakit ini virus, jadi tidak ada pengaruh dengan asupan. Pihaknya menganjurkan pasien mengonsumsi apa yang diinginkan dan mengandung nutrisi yang kuat.

    “Makanan, pasien harus diet, tinggi kalori dan tinggi protein. Setiap makan wajib ada telur. Sayur daging,” imbuhnya.

    Selama dirawat itu, pasien juga selalu dalam pengawasan. Pasien juga dimonitor melalui group WA yang dinamakan keluarga cemara beranggotakan para tim medis dan pasien.

    Cerita lucu pun juga dirasakan paramedis, di saat pasien ada yang iseng ‘mengerjainya’.

    “Kadang mereka (Pasien) iseng video call dengan alasan infus habis padahal masih banyak,” tambahnya.

    Ditanya soal penggunaan APD lengkap, Norma mengaku, saat memakainya terasa tidak nyaman. Karena tubuhnya kepanasan, berkeringat dan terasa sesak. Tapi apa boleh buat, baju itu harus dipakai. Hal itu dilakukan dengan ikhlas. Para perawat pun selama merawat sejak akhir Februari tidak pulang lagi ke rumah karena disediakan dan tidur di mess.

    Ada juga pengalaman yang dialami Eni. Petugas medis bidang Analis ini mengatakan, pada awalnya merawat pasien covid itu ada rasa takut, karena saat itu belum ada pelatihan.

    Lalu pada Maret, BTKL dapat bantuan alat dari Singapura masih menunggu Reagen hasil dari Jakarta lebih seminggu baru keluar. Dengan kondisi tersebut, sempat kewalahan. Pelatihan pun akhirnya dilakukan.

    “Mereka mulai kewalahan mengerjakan PCR mengambil sample swab, kami ditraining OJT sekali,” papar Eni.

    Saat ditraining ia juga belajar teknik pengambilan swab dengan cara yang nyaman, agar pasien tidak merasakan sakit.

    “Hasil yang kami pelajari, kami selalu mencari cara agar pasien tidak kesakitan,” kata Eni.

    Ia pun tidak menyangka akhirnya menjadi petugas pengambil swab, baik dari dinkes dan lainnya.

    Juga diceritakan Ira yang bertugas di bidang radiografer. Katanya, ia sebelumnya ambil rontgen dengan pesawat atau alat manual. Namun sekarang hal itu tidak dilakukannya lagi, karena rumah sakit sudah memiliki alat digital.

    “Sebelumnya kalau kita rontgen harus menunggu manual. Kini di rumah sakit sudah ada alat baru digital itu meringankan pekerjaan kita,” kata Ira.(cnk/adv)