Dituduh Tak Memproses Kasus Pemilu, Bawaslu Batam Disidang DKPP

    spot_img

    Baca juga

    Pendaftaran Fuel Card 5.0 Sudah Mulai Dibuka, Ini syaratnya

    BATAM, POSMETRO.CO : Pendaftaran Fuel Card 5.0 sebagai kartu...

    Rudi Tekan PT Adhi Karya Terkait Pengerjaan Masjid Agung Harus Selesai Tepat Waktu

    BATAM, POSMETRO.CO : Pemerintah Kota (Pemko) Batam terus mendorong...

    Halal Bihalal Keluarga Besar Legiun Veteran RI Kota Batam

    BATAM, POSMETRO.CO : Berlangsung di Hotel Golden View Bengkong,...

    Bolehkah Menikung di Area Blindspot? Ini Penjelasannya!

    BATAM, POSMETRO: Saat berkendara, kita sering dihadapkan dengan situasi...

    Warga dan Pihak Sekolah Yayasan Yos Sudarso Ambil Kesepakatan Lewat Mediasi

    BATAM, POSMETRO.CO :  Cek cok sempat terjadi. Warga Kampung...
    spot_img

    Share

    Suasana sidang DKPP yang digelar di Mapolda Kepri, Jumat (9/8). (posmetro.co/red)

    BATAM, POSMETRO.CO: Kasus dugaan politik uang (money politic) saat Pemilihan Umum DPR, DPR, DPRD Kota, Provinsi dan Presiden serta Wakil Presiden yang diselenggarakan pada tanggal 17 April lalu, mengantarkan 5 komisioner Bawaslu Kota Batam disidang terkait kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu (DKPP) di Mapolda Kepri, Jumat (9/8). Kabarnya, si caleg terpilih duduk di DPRD Kota Batam.

    Dalam perkara nomor 180-PKE-DKPP/VII/2019, hadir Ketua Majelis DKPP Rahmat Bagja dari Bawasalu RI, Indrawan Susilo P (Bawaslu Kepri), Parlindungan S (KPU Kepri) dan Sumiatin (unsur masyarakat).

    Pihak Teradu Komisioner Bawaslu Batam dihadiri, Ketua dan Anggota Bawaslu, Syailendra Reza IR, Bosar Hasibuan, Nopialdi, Mangihut Rajagukguk, dan Helmy Rachmayani. Bersama dua staf bawaslu sebagai saksi, Putri dan Denny.

    Dalam persidangan tersebut, pihak Pengadu dihadiri Elisman Siboro dengan didampingi Penasihat Hukum (PH) Imanuel Dermawan Purba dan saksi Suwarno.

    Dalam keterangan di depan majelis, Imanuel mengatakan, pihaknya melaporkan kasus ini ke DKPP, karena Teradu diduga seringkali mengabaikan laporan masyarakat yang masuk dan tebang pilih. Katanya, pihaknya melaporkan dugaan money politic yang dilakukan salah seorang caleg ke Bawaslu Batam pada 10 Mei 2019.

    Usai memberi laporan, pihaknya tidak diberi tahu lagi kelanjutan laporannya itu. Lalu, ia bersama kliennya, Elisman Siboro (ketua RT) mendatangi Bawaslu Batam untuk menanyakan kelanjutan laporannya tersebut. Malah ia mengetahui, tanggal 15 Mei melalui pleno yang dihadiri Syailendra Reza IR, Bosar Hasibuan, Mangihut Rajagukguk (Nopialdi dan Helmy Rachmayani tugas di luar kota), perkara tersebut dihentikan, karena kurang cukup bukti.

    Ia pun menyayangkan, surat pemberitahuan penghentian perkara tersebut tidak diberikan dengan patut. Tapi hanya diperbolehkan difoto pakai kamera. Bukan difotokopi. Keterangan ini dibantah saksi Denny, bahwa surat itu difotokopi dan diserahkan kepada Pengadu saat datang ke kantor Bawaslu.

    Dijelaskan Elisman Siboro, bahwa ia saat melapor ke Bawaslu membawa bukti kartu nama, bukti screenshot. Dan ia mengakui jika saat itu sudah diingatkan oleh staf Bawaslu, agar melengkapi bukti-bukti lain selama tiga hari. Namun, karena bukti seperti pencairan uang melalui cek sulit didapat di bank ia pun tak bisa berbuat banyak.

    Juga dikatakan saksi Suwarno. Ia sebagai ketua RW di Seijodoh diberi uang yang dicairkan melalui cek sebesar Rp 100 juta dari caleg Asnawati Atiq Caleg Nasdem Dapil 2 (Bengkong-Batuampar) untuk ‘membeli 200 suara’ warga. Uang yang diberikan pada saat hari tenang tanggal 15 April itu, lalu didistribusikan kepada RT untuk diberikan kepada warga, masing-masing Rp 100 ribu.

    “Uang dari caleg itu semuanya Rp 200 juta. Uang yang Rp 100 juta dipegang saya dan Rp 100 juta dipegang pak Lurah. Kalau yang Rp 100 juta di pak lurah untuk RW lain,” katanya.

    Masih kata Suwarno, setelah pemilihan dan penghitungan selesai, perolehan suara tak sesuai dengan keinginan sang caleg. “Bu Atiq itu lalu minta dibalikin uangnya. Dia minta dibalikin Rp 120 juta. Tapi kami kuatnya hanya bisa mengembalikan Rp 80 juta saja,” kata pria berkumis tersebut. “Uang yang dikembalikan itu dikutip lagi dari warga.”

    Sementara, Teradu yang juga dimintai keterangannya di depan majelis sidang mengatakan, perkara tersebut tidak dilanjutkan karena kurangnya bukti formilnya. Serta sampai batas waktu yang ditentukan, Pengadu juga tidak melengkapi bukti-bukti yang diminta bawaslu.

    Anggota sidang, Parlindungan, sempat mengutarkan kekecewaannya, karena perkara yang melewati batas waktu 7 hari itu, seyokyanya bisa dijadikan perkara atau kasus temuan. Dan Bawaslu bisa menindaklanjuti temuan itu. “Ini kan masif, banyak yang terlibat, seperti warga yang menerima uang, RT dan RW serta lurahnya juga,” katanya. Parlindungan juga menanyakan apakah setelah menerima laporan dari Pengadu itu dilakukan rapat pleno.

    “Ada yang mulia, tapi tidak dilampirkan (dalam berkas bukti-bukti di DKPP),” katanya Bosar Hasibuan. Setelah mendengarkan keterangan Pengadu dan Teradu, serta saksi, hasil persidangan ini akan disimpulkan di Jakarta. “Sekitar satu dua minggu, sudah keluar putusannya,” ujar Rahmat Bagja.(red)