BATAM, PM: Perkaranya unik. Pasal 480 KUHP yaitu tindak pidana penadahan. Terkait jual beli besi scrap crane di Kabil. Antara dua pemain besar besi tua di Kota Batam. Ahok sebagai korban dan Usman alias Abi salah satu terdakwanya. Kalau kasus pencuriannya sudah vonis belum lama ini.
Menariknya dari kasus ini adalah sejumlah aparat penegak hukum meliriknya. Bahkan disebut sebut, kasus penadahan ini terkesan dipaksakan sampai ‘gol’ ke meja hijau. Apakah ini karena persaingan bisnis?
“Mereka ini berkawan sudah 15 tahun. Saksi dari pelapor (Ahok) menyampaikan bahwa dari gudang dia, pelapor bisa melihat isi gudangnya terdakwa (Abi). Bisa dibilang, keduanya adalah kawan sesama pedagang besi tua,” ujar Yusuf Norrisaudin Penasehat Hukum terdakwa usai sidang, Senin (9/8)
Yusuf menceritakan, dulu, terdakwa Abi pernah menumpang tongkang milik pelapor saat akan menjual besi scrap ke Jakarta. Tapi sekarang, kliennya sudah bisa melakukannya sendiri.
“Apakah karena itu? Saya kurang paham juga. Tapi dilihat dari fakta persidangan, seharusnya tidak ada penadahan bahkan pencurian. Dalam perkara ini banyak hal ditutupi dan bukti-bukti tidak dimasukkan oleh penyidik,” bebernya.
Yusuf menjelaskan, dari saksi-saksi fakta, yang ada di berkas, dalam persidangan di bawah sumpah menyatakan, bahwa barang-barang itu dijual atas instruksi pemilik sahnya, PT. Jasib Shipyard. Perintah itu melalui telepon dan SMS. Tapi bukti ini tidak dimasukkan.
Ia menyebut, saksi ahli sendiri juga telah menyatakan bahwa tidak ada niat jahat dari terdakwa untuk melakukan penadahan.
Oleh sebab itu, Yusuf menjelaskan jika syarat putusan penadah tersebut bisa dikenakan apabila terdakwa mengetahui pada saat dibeli barang itu adalah hasil curian.
“Saksi-saksi fakta menyebut mereka tidak tahu. Yang mengaku menghalangi barang-barang itu keluar, ternyata tidak ada. Bahkan mempersilakan untuk keluar di pos adalah sekuriti PT. Ecogreen Oleochemichals,” katanya lagi.
Karena dianggap sudah selesai masalah terkait hal itu, lanjut Yusuf, dari pihak Ecogreen sendiri menyampaikan, bahwa penyewanya adalah Jasib Shipyard dan menunjukkan surat bahwa barang itu belum dibayar.
“Dalam persidangan, pelapor mengaku, bahwa dia membeli berdasarkan timbangan. Jadi, yang sudah ditimbang yang dibayar. Kalau ada kelebihan (uang) dikembalikan. Kalau ada kelebihan timbangan, dia menambah. Timbang bayar statusnya,” jelasnya.
Yusuf melanjutkan, karena menemukan bukti SMS adanya perintah, lalu ada bukti 3 crane yang belum dibayar lunas. “Jadi pembayaran Rp 15,6 miliar itu diakui untuk pembayaran crane. Itu
sebenarnya 50 persenya untuk pembayaran sisa hutang. Jadi belum lunas,” terangnya.
Dari bukti- bukti ini, tanggal 23 Oktober 2020 Polda Kepri dan Kejati Kepri menggelar ekspos hasil sidik. “Menyatakan Mens Rea dalam kasus ini tidak terpenuhi. Unsur di pasal 480 KUHP nya tidak terpenuhi, jadi berkas dikembalikan,” katanya.
Pihaknya, juga sempat mencari keadilan sampai ke Mabes Polri dan Mahkamah Agung agar kasus ini ditangani lebih profesional. Namun, lanjut Yusuf tiba-tiba ada pergantian personil di Kejaksaan. “Dan berkas ini gol sampai di sini,” tutupnya. (cnk)