Terkait Perizinan, Marak Istilah ‘Kawin Dulu Baru Nikah’

    spot_img

    Baca juga

    Bolehkah Menikung di Area Blindspot? Ini Penjelasannya!

    BATAM, POSMETRO: Saat berkendara, kita sering dihadapkan dengan situasi...

    Warga dan Pihak Sekolah Yayasan Yos Sudarso Ambil Kesepakatan Lewat Mediasi

    BATAM, POSMETRO.CO :  Cek cok sempat terjadi. Warga Kampung...

    Minggu Ini, Pengundian Final Season 4 di Grand Batam Mall

    BATAM, POSMETRO.CO : Pengundian Shop & di Win Grand...

    Kepala BP Batam: Industri Berkembang, Ekonomi Tumbuh, Batam Sejahtera

    BATAM, POSMETRO: Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Muhammad...

    SD Yos Sudarso III Diserang, Guru dan Kepsek Dikeroyok

    BATAM, POSMETRO: Sekolah Dasar Swasta Yos Sudarso III di...
    spot_img

    Share

    Hutan Mangrove di Pantai Sambau, Kecamatan Nongsa. (posmetro.co/cnk)

    BATAM, POSMETRO,CO: Konsultan Penyedia Jasa Penyusun Amdal sekaligus Direktur PT Cipta Buana Khunsuliyyah, Deyna Handiyana mengatakan, wacana PT Ekarada Karya Budaya, untuk mereklamasi laut masih panjang.

    “Ini masih kajian, studi kelayakan, apakah layak di situ. Dan kelayakan harus sesuai dengan perizinan yang diterbitkan Pemprov Kepri. Karena ini wilayah laut, kewenangan di provinsi. Ini menyangkut studi kelayakan,” ulas Handiyana, menjawab pertanyaan wartawan.

    Handiyana juga tak menampik soal maraknya istilah ‘Kawin Dulu Baru Nikah’ untuk sebuah perizinan di Batam. Pihaknya pun, tidak ingin gegabah seperti kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK yang menimpa Gubernur Kepri, Nurdin Basirun non aktif.

    “Melaksanakan suatu kajian apapun kalau belum ada izin, minimal surat rekomendasi dari pemerintah daerah, tetapi sudah melaksanakan proses konstruksi itu sudah salah, apalagi sekarang ketat soal perizinan,” katanya.

    Selaku konsultan lingkungan, dirinya selalu berhati-hati jika ada permintaan dari perusahaan akan selalu menanyakan sejauh mana proses perizinan yang ditempuh oleh perusahaan.

    Handiyana menyebut, status lahan yang akan digarap kliennya itu adalah laut lalu ditimbun untuk dijadikan perumahan. Untuk itu perusahaan mengajukan permohonan izin prinsip pemanfaatan ruang laut yang dikeluarkan oleh Gubernur Kepri.

    “Cuma permohonan yang sudah disampaikan, sampai saat ini belum ada jawaban karena kasus besar (OTT KPK) kemarin,” katanya.

    Handiyana menjelaskan, kajian Amdal itu baik di bidang kimia fisik, biologi, hydroasianografi, ataupun masalah sosial. Jika itu layak dinilai oleh Komisi Penilai Amdal Provinsi, maka bisa jalan dan bisa mengurus perizinan-perizinan selanjutnya.

    “Apakah itu izin reklamasi, izin lingkungan dari pemprov, ataupun IMB, tergantung dari kelayakan tadi, kita masih menunggu itu, (restu),” jelasnya lagi.

    Kembali ke status lahan, sebelumnya sudah ada juga permohonan dari Dinas PUPR Pemprov Kepri. Apakah nantinya dampak proyek masuk ke dalam kawasan hutan lindung, cagar alam atau DPCLS dan lainnya, pihaknya masih menunggu rekomendasi.

    “Kebetulan ada kasus besar (Dugaan suap Gubernur Kepri, Nurdin Basirun) semua pada tiarap,” singgungnya.

    Kata Handiyana, sosialisasi dalam proses Amdal itu dimana masyarakat sedini mungkin harus tahu tentang rencana kegiatan sesuai dengan amanat UU Amdal.

    “Sedini mungkin jangan ada proyek yang ujuk-ujuk sudah jadi,” timpalnya.

    Namun, sebut Handiyana, terkait tahapan, dimana harus sosialisasi dengan masyarakat setempat, batas-batas proyek yang akan disurvei detail itu berdasarkan izin prinsip pemanfaatan ruang laut biar tidak overlap sampai ke koordinat lain.

    Dalam konsultasi publik itu, masyarakat nelayan saat itu meminta agar proyek tidak mengganggu alur pelayaran sebagai nelayan jangan sampai tertutup. Pada saat konstruksi meminta untuk libatkan masyarakat lokal sebagai tenaga kerja. Misalnya itu jadi dibangun perumahan, tenaga kerja dimaksimalkan dari masyarakat lokal. “Sosialisasi ini masih panjang perjalanannya,” tutupnya.(cnk)