Ahli Sebut Pembuktian Kepemilikian Tak Mesti Lewat Sidang Perdata, Hakim Punya Kewenangan Memutuskan

    spot_img

    Baca juga

    Jaksa Ikut Pelatihan Penanganan Terorisme, Tony T Spontana: Jangan Disiasiakan

    BATAM, POSMETRO: Kejaksaan RI meminta komitmen aparat penegak hukum...

    Indosat Ooredoo Hutchison Kembali Hadirkan SheHacks 2024

    >>>Bentuk Nyata Dukungan Bagi Pemberdayaan Perempuan JAKARTA, POSMETRO.CO : Indosat...

    Tindaklanjuti Laporan, DPC PROJO Karimun Sambangi Kementerian KKP

    KARIMUN, POSMETRO.CO : DPC PROJO Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan...

    Dari Lingga, Orang Tua Ramadhan Sananta Nobar di Batam

    BATAM, POSMETRO: Ribuan masyarakat Batam, memadati dataran Engku Putri...
    spot_img

    Share

    Sidang Kasus Penggelapan dengan Terdakwa Zainal Muttaqin

    Sidang Kasus Penggelapan dengan Terdakwa Zainal Muttaqin kembali digelar di PN Balikpapan, Kamis (26/10) kemarin. (Dokumentasi Prokal.co)

    BALIKPAPAN, POSMETRO: Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan saksi ahli pada sidang kasus penggelapan dengan terdakwa mantan bos Jawa Pos Zainal Muttaqin di PN Balikpapan, Kamis (26/10) kemarin. Yang pertama adalah ahli hukum pidana Prof Muhammmad Arief Sugiarto.

    Pada sidang kemarin, Prof Muhammad Arief Sugiarto yang hadir lewat virtual, dimintai keterangan terkait kepemilikan barang dari kacamata hukum.

    Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino, pada persidangan kemarin meminta pendapat ahli terkait unsur kepemilikan dalam Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. “Apakah perlu dibuktikan lewat sidang keperdataan?” tanya Ibrahim.

    Menjawab pertanyaan itu, Prof Arief menilai, pembuktian kepemilikan barang dalam Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, tak mesti harus melalui sidang keperdataan. Hakim, kata Prof Arief, punya wewenang untuk memutuskan apakah perlu melalui sidang keperdataan atau tidak. “Sepanjang hakim bisa membuktikan bahwa pelaku (terdakwa) bukan pemilik atas barang tersebut,” kata dia.

    Selain soal pasal penggelapan, Prof Arief berpendapat, barang yang dibeli tidak dengan menggunakan uang pribadi, maka secara substansi barang tersebut bukan milik yang bersangkutan.

    Begitu juga jika seseorang membeli sebuah barang dengan uang perusahaan, maka barang tersebut secara substansi milik perusahaan, bukan pribadi.

    JPU lantas memberikan sebuah ilustrasi kasus, di mana sebuah perusahaan membeli sebuah aset seperti tanah dan menyertifikatkan tanah itu. Namun, perusahaan menggunakan nama orang lain atau direksi pada sertifikat karena sudah menjadi kebiasaan perusahan.

    Uang yang digunakan adalah uang perusahaan, namun nama yang tertera dalam sertifikat adalah nama orang lain atau direksi. Karena sertifikat adalah milik perusahaan, maka sertifikat disimpan di dalam brankas perusahaan.

    Jaksa lalu meminta pendapat terkait kasus tersebut. Siapa yang berhak atas aset dan sertifikat tersebut.

    Ahli lantas menerangkan pendapatnya. Bahwa pemilik sertifikat adalah orang yang namanya tertera dalam sertifikat. Ini secara legal yuridis. Namun, secara de facto pemiliknya adalah yang memiliki uang.

    “Jika pemilik uang ingin memiliki sertifikat itu maka harus dilakukan balik nama,” jelas Muhammad Arief.

    Dalam kasus ini, PT Duta Manuntung mengklaim aset yang digelapkan oleh Zainal Muttaqin dibeli dengan uang perusahaan, kendati sertifikat tersebut atas nama Zainal Muttaqin. (hul)