Ranperda RTRW 2020-2040 Belum Dapat Disahkan

    spot_img

    Baca juga

    Indosat Ooredoo Hutchison Perkuat Kolaborasi Berdayakan Indonesia dengan AI

    >>>Catat Pertumbuhan Cemerlang di Kuartal I 2024 JAKARTA, POSMETRO.CO :...

    May Day di Batam, Tuntutan Serikat Pekerja dan Harapan untuk Perubahan

    BATAM, POSMETRO.CO : Dalam peringatan Hari Buruh Internasional di...

    Komitmen Bersama Pemko Batam dan Posmetro, Menuju Batam yang Maju dan Inklusif

    BATAM, POSMETRO.CO : Posmetro, sebuah lembaga media lokal yang...
    spot_img

    Share

    Ketua Bapemperda DPRD Kota Batam, Jefry Simanjuntak (kanan) dan Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto.

    BATAM, POSMETRO.CO: Penyelesaian Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam tahun 2020-2040 hingga saat ini belum dapat disahkan sesuai dengan jadwal. Hal ini diakui Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Batam, Jefry Simanjuntak, Jumat (2/10).

    “Terkait Ranperda RTRW, hingga saat ini belum dapat disahkan, sesuai dengan jadwal badan musyawarah (Bamus). Perlu diketahui, kami bekerja dalam pembahasan ini tidak mau hanya mengesahkan saja. Namun, ingin melihat bagaimana penyelesaian masalah yang ada di Ranperda tersebut,” sebut Jefry.

    Ia mengakui ada beberapa masalah yang ditemukan dalam pembahasaan Ranperda RTRW ini, terkait 37 titik kampung tua di Batam. Di mana ada permasalahan di masing-masing daerahnya. Antara lain, terdapat hutan lindung, lalu adanya PL yang sudah diterbitkan oleh BP Batam. Selain itu ada kampung tua yang di dalamnya terimbas terhadap 17 titik yang belum berada dalam HPL BP Batam.

    “Jadi ada di dalam kampung tua itu sendiri, jumlahnya lebih kurang 17 titik kampung tua yang berada dalam HPL BP Batam, dengan luasnya mencapai 115,26 hektar,” jelas politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

    Bahkan, ada tujuh kampung tua yang sebagian lokasinya berada di kawasan hutan lindung, seluas 29,31 hektar. Dan terdapat 170 PL yang telah diterbitkan oleh BP Batam di atas lokasi kampung tua dengan luas 360,19 hektar, yang di dalam PL tersebut ada diperuntukan sebagai kawasan industri, jasa dan pariwisata.

    “Dan terdapat 170 PL di dalam kampung tua tersebut. Di mana PL itu sendiri sudah diterbitkan sebelum dan sesudah kampung tua itu sendiri disetujui oleh kedua belah pihak (BP Batam dan Pemko Batam),” bebernya.

    Maka dari itu tegas Jefry, pihaknya belum bisa melanjutkan pembahasan Ranperda tersebut karena status kampung tua itu sendiri belum diketahui. Selain itu, terangnya status kampung tua yang sudah disahkan dan diukur oleh tim kampung tua di Pemko Batam, untuk sekarang juga belum jelas.

    “Kenapa belum jelas? Karena sesuai Perpres Nomor 41/73, itu sudah diselesaikan, bahwa seluruh pengelola hak lahan itu ada di BP Batam. Tapi, sampai sekarang BP Batam belum menyelesaikan dan menyerahkannya,” terang Jefry.

    Ia mempertanyakan bagaimana pengalokasian lahan yang dilakukan BP Batam. Karena ada regulasi dan aturan dikeluarkan dulu. Secara otomatis, mininal Perpres tersebut harus direvisi atau ada Perpres baru terhadap 37 titik tersebut.

    “Dan harus diserahkan kepada masyarakat atau melalui Pemko Batam,” kata anggota Komisi III DPRD Kota Batam tersebut.

    Jefry juga menyinggung masalah kawasan bandara. Di mana luasannya sekitar 1,762 hektar. Dari jumlah tersebut, ada masyarakat yang menempatinya lokasi itu sebelum adanya Otorita Batam (OB), dan sebelumnya adanya bandara. Bahkan, sampai sekarang mereka tidak mengetahui secara pasti status tempat tinggalnya.

    “Nah, masyarakat yang berada di kawasan Kampung Jabi, merasa bahwa itu bukan tanahnya bandara. Karena mereka sudah menempati sejak lama kawasan itu. Sementara manajemen Bandara menegaskan, mereka tidak memiliki kewenangan. Dan kewenangan tersebut berada di OB atau BP Batam,” jelas dia.

    Hal ini menjadi sorotan timnya, Jefry meminta BP Batam menyelesaikan persoalan itu. Sehingga, masyarakat yang tinggal di kawasan itu memiliki jaminan dan kepastian legalitas lahan permukimannya.

    “Sekarang aturan yang ada di Kota Batam ini, kalau tidak diatur dan dilaksanakan dengan baik. Bagaimana pemerintah pusat bisa mengetahuinya. Sekarang kami minta kepada BP Batam, bagaimana menyelesaikan ini semua,” imbuhnya.

    Selain itu, mengenai masalah ROW jalan, buffer zone dan reklamasi, timnya sudah menyurati dua instansi yakni BP Batam dan Pemko Batam. Intinya, bagaimana penyelesaiannya. Karena perihal ini secara lisan sudah disampaikan bahwa PL itu akan ada ganti rugi.

    “Kalau ada UWTO-nya akan dibayarkan. Kalau ada lahan yang belum terbangun akan dipindahkan. Nah, ini kan semuanya lisan, sedangkan Ranperda ini butuh kejelasan. Jadi, kami minta secara tertulis. Mengingat lima tahun ke depan kami belum tentu menjabat kembali,” harapnya.

    Menurutnya, Ranperda RTRW ini sangat penting bagi masyarakat setempat. Jefry meminta agar Pemko Batam mengundang BP Batam serta stake holder lainnya untuk membahas masalah ini. Karena, persoalan ini katanya menyangkut khalayak hidup orang banyak di Kota Batam.

    “Yang paling utama di sini, bagaimana masyarakat yang ada di kampung tua itu jangan sampai menjadi korban dan dirugikan nantinya. Mengingat, lahan yang mereka huni belum dilepaskan oleh BP Batam sampai saat ini,” sebut Jefry.

    Sementara, Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto menambahkan keberadaan Perda RTRW ini seharusnya sudah selesai Juli lalu. Namun, pada kenyataannya muncul berbagai persoalan di antaranya 37 titik kampung tua, buffer zone, reklamasi dan lainnya.

    “Kenapa Ranperda ini belum disahkan? Karena sesuai dengan petunjuk dari pemerintah pusat dan kesepakatan bersama bahwa Perda RTRW merupakan Perda yang sangat penting dan sangat strategis. Tentunya, sangat berpengaruh pada kelangsungan di Kota Batam,” ucapnya.

    Karena persoalan ini muncul maka kata Nuryanto, harus diselesaikan secara teknis oleh eksekutif, dalam hal ini BP Batam dan Pemko Batam. Khususnya kampung tua, ini menjadi perhatian bersama. Apalagi pihaknya sudah mendapat surat dari Rumpun Khazanah Warisan Batam (RKWB) yang pada intinya minta diselesaikan.

    “Ini jadi atensi kita bersama. Apalagi kita sudah mendapatkan surat dari RKWB yang intinya minta diselesaikan masalah kampung tua itu secara kongkrit dan harus berdasarkan ketentuan,” beber pria akrab disapa Cak itu.

    Jelas Nuryanto, keberadaan kampung tua sudah menjadi perhatian pusat dalam hal ini Presiden RI, Joko Widodo. Namun, dalam prosesnya perlu adanya teori. Mengingat, beberapa kampung tua di dalamnya ada hutan lindung. Solusinya yang harus diambil oleh BP Batam dan Pemko Batam. Di mana kampung tua harus dikeluarkan terlebih dahulu dari HPL BP Batam, dan dasarnya perlu adanya regulasi.

    “Nah, regulasi inilah sangat diperlukan. Karena, HPL BP Batam itu berdasarkan Kepres. Maka paling tidak, ada revisi Keppres itu sendiri sebagai dasar untuk mengeluarkan,” jelas dia.

    Setelah itu, barulah diberikan kepada Pemko Batam, selanjutnya pemerintah setempat memiliki kuasa dan wewenang. Selepas itu, apa mau dibebaskan dari UWTO maupun sertifikat hak milik, itu akan menjadi haknya Pemko Batam sesuai dengan persetujuan dari DPRD Kota Batam.

    “Untuk itu, kami meminta kesungguhan dari eksekutif untuk bisa menyelesaikan hak ini dengan cepat. Mengingat sudah menyangkut teknis di luar dari DPRD Kota Batam. Intinya, kami berharap BP Batam saat ini sudah Ex Officio, mestinya sudah tidak ada kendala dan tidak ada dualisme lagi,” ungkapnya.

    Nuryanto berharap persoalan ini cepat selesai agar Perda tersebut disahkan. Karena, hal ini dipertanyakan semua pihak, baik itu dari Gubenur Kepri hingga Kementerian. Mengingat, saat ini titik vitalnya berada di DPRD Kota Batam. Ia juga mempertanyakan keseriusan semua pihak. Bahkan, jika tidak kelar tentunya akan berpengaruh pada pembangunan Kota Batam mendatang.

    “Dan mereka mempertanyakan hal itu. Kenapa sampai sekarang belum juga selesai. Karena, bolanya itu di DPRD. Kita juga mempertanyakan keseriusan dan kesungguhan dari eksekutif. Kalau tidak diselesaikan juga, maka akan sangat berpengaruh pada pembangunan Kota Batam nantinya,” pungkasnya.(hbb)