Restorasi Gambut di Indonesia Dinilai Berhasil

    spot_img

    Baca juga

    Genset Indomaret Digondol Maling, Tiga Pelaku Ditangkap, Satu Orang Buron

    BATAM, POSMETRO: Satu unit genset Indomaret Botania 2, Kecamatan...

    Ahmad Yuda Siregar Calon Bupati yang Bakar Istri, Dituntut Hukuman Mati

    BATAM, POSMETRO: Hukuman mati menurut Windi Martika, pantas bagi...

    Halal Bihalal Bersama PMI di 12 Negara, IBA: PMI Menopang Perekonomian Nasional

    BATAM, POSMETRO: Internasional Bisnis Asosiasi (IBA) kembali menggelar acara...

    Gubernur Serahkan Bantuan Senilai Rp7,45 Miliar di Tarempa, Anambas

    KEPRI, POSMETRO: Menutup kunjungan kerja di Kabupaten Kepulauan Anambas,...
    spot_img

    Share

    JAKARTA, POSMETRO.CO: Langkah korektif pengelolaan gambut yang dikawal pemerintah, berhasil mendorong pengelolaan lahan gambut di areal yang dikelola perusahaan ke arah yang semakin baik.

    Hal ini ini menunjukkan peran berbagai pihak untuk berkolaborasi menjaga lahan gambut agar tetap terjaga dari Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). “Sampai 2020, dengan bantuan peran berbagai pihak yang berkepentingan, kita berhasil
    membasahkan gambut lebih 3,6 juta hektare,” ungkap Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Karliansyah saat diskusi Pojok Iklim, Rabu (24/03/2021).

    Webinar bertajuk “Mari Kita Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)” dibuka dengan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Hartono Prawiraatmadja. Turut hadir memberi pemaparan kunci di akhir diskusi, Ketua Dewan
    Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI) Sarwono Kusumaatmadja.

    Diskusi ini dipandu oleh moderator Arief Yuwono, Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Evaluasi Kebijakan Kerjasama Luar Negeri. Karliansyah menuturkan, kebijakan perlindungan gambut di Indonesia sejatinya telah ada
    sejak tahun 1990.

    Kebijakan tersebut kemudian diperbarui dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) 71 tahun 2014, yang kemudian direvisi dengan PP 57/2016, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan peraturan turunannya, termasuk juga kebijakan moratorium pembukaan lahan gambut.

    Salah satu kunci restorasi gambut adalah, memastikan kelembapan gambut dengan salah satu indikator berupa Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) paling rendah 0,4 meter dari permukaan. Caranya, dengan mengatur tata air dan membangun sekat kanal.
    Untuk memastikan TMAT sesuai ketentuan, KLHK telah menginstruksikan perusahaan untuk mendirikan Titik Penaatan (TP) TMAT. Tercatat ada 10.857 TP TMAT yang dipasang di areal konsesi. Selain itu juga dibangun 816 unit stasiun pemantau curah hujan.

    Karliansyah menyatakan, penerapan perbaikan pengelolaan gambut dilakukan dengan akuntabel dan bisa dipantau langsung melalui Sistem Informasi Muka Air Tanah Gambut (SiMATAG)-0.4m. Sementara itu Ahli Kebakaran Hutan dan Lahan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Lailan Syaufina, menyampaikan Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) untuk Tata Kelola Ekosistem Gambut semakin marak.

    “Beberapa teknologi dalam pengendalian kebakaran hutan sudah dikembangkan di antaranya Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) Kebakaran, Sistem Informasi Kebakaran & Deteksi Dini (Early Detection), Aplikasi Mobile Patroli Karhutla, Sistem Monitoring Kondisi Lahan Gambut, Pengembangan Metode Pengukuran Areal Terbakar, Emisi Karbon Berbasis Teknologi Penginderaan Jarak Jauh, Penilaian Areal Pasca Kebakaran serta Teknologi Penyiapan Lahan Tanpa Bakar (Zero Burning).

    “Saat ini terjadi pergeseran luas karhutla ke Indonesia bagian timur, sehingga kita perlu waspada dengan cara meningkatkan mitigasi dan melakukan upaya pencegahan karhutla,” jelas Lailan.

    Ia menambahkan, terjadinya peningkatan penelitian karhutla di lahan gambut di Indonesia sebesar 284% pada tahun 2020 dibanding tahun 2015 yang hanya 493 penelitian saja. “Peningkatan jumlah artikel penelitian ini menunjukan perhatian akademisi terhadap karhutla di lahan gambut semakin meningkat,” imbuh Lailan.

    Praktisi Rimbawan, Soewarso menyatakan, implementasi Integrated Fire Management (IFM) menjadi bagian yang penting dalam menjaga keseimbangan lahan gambut agar tidak mudah terbakar.

    “Kita harus tetap menerapkan empat pilar dalam IFM termasuk bagaimana melakukan pencegahan, persiapan, deteksi dini dan reaksi cepat. Bahkan Praktik Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) dan pengembangan agroforestry juga masuk dalam strategi ini,” jelas Soewarso.

    Ia menambahkan, rekayasa teknik dalam pembuatan dan pemeliharaan sekat bakar berupa jalan, kanal, atau sungai serta pembuatan dan pemeliharaan sekat hijau dengan menggandeng masyarakat dalam mengelola jenis tanaman tertentu akan juga berdampak dalam mencegah karhutla. (fri/***)