
BATAM, POSMETRO.CO : Aksi pematokan lahan di kawasan Rempang berakhir ricuh, dengan penyemprotan gas air mata. Dampaknya, sejumlah anak-anak yang tengah mendapatkan pendidikan di sekolah terimbas.
Hal ini menjadi sorotan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Batam, yang menyayangkan, pematokan lahan yang tertib tiba-tiba ricuh membuat pelajar yang sedang bersekolah ketakutan. Belasan anak dan guru menjadi korban dari penyemprotan gas air mata.
“Kami sangat menyayangkan kejadian hari ini. Anak-anak harusnya tidak menjadi korban dari kejadian hari ini. Sekolah harusnya menjadi tempat teraman bagi anak. Namun beredar video hari ini, anak-anak dipaksa keluar, padahal mereka lagi bersekolah. Nampak jelas wajah kaget dari mereka,” tegas Ketua LPA Batam, Setyasih Priherlina, Kamis (7/9).
Lanjutnya, prihatin itu yang dikatakan Setyasih. Ia melihat tidak ada empati terhadap anak dan perempuan. Katanya, bagi siapapun yang melihat video tersebut pasti merasa sedih. Sejumlah anak-anak sekolah kaget dan ketakutan, bahkan ada yang pingsan ketika aksi memanas di Pulau Rempang.
“Tidak ada empati saya lihat ya. Semuanya dievakuasi oleh ibu dan bapak gurunya. Semua dengan ketakutan berlarian. Ini akan mempengaruhi mental mereka. Karena kericuhan yang ditimbulkan dalam rencana relokasi ini,” lanjutnya.
Menurutnya, tidak ada antisipasi akan kejadian ini. Sehingga hal yang seperti hari ini menimbulkan trauma pada anak, dan perempuan.
Pihaknya tidak akan ikut campur urusan lahan dan lainnya. Namun masalah anak dan perempuan menjadi perhatian yang harus disikapi dengan tegas.
“Kami tidak bisa turun sendiri. Butuh bantuan dari pemerintah seperti Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan pihak lainnya untuk segera membantu pemulihan anak-anak ini. Karena, ini soal trauma yang ditimbulkan dengan kejadian ini,” terangnya.
Tegasnya, pendampingan ini bisa berupa memberikan dukungan moral terhadap anak, dan perempuan yang menjadi korban. Semua pihak harus menjamin keamanan siswa ketika bersekolah.
“Harus ada kepastian bahwa anak berangkat dari rumah ke sekolah itu aman. Sekarang karena sudah kejadian harus segera dilakukan pendampingan,” terang dia.
Ratusan warga Rempang terlibat bentrok dengan tim terpadu Kota Batam, di jembatan 4 Barelang. Bentrok terjadi setelah warga mengabaikan instruksi Kapolresta Barelang untuk membubarkan diri. Warga menolak dan mulai mendorong petugas, disusul oleh lemparan batu ke arah tim terpadu.
Tim terpadu yang terdiri dari TNI Polri dan Satpol PP serta Ditpam BP Batam, Kamis (7/9), akan melakukan pematokan lahan titik kampung tua Rempang kota Batam. Petugas menggunakan alat pelindung diri saat berhadapan langsung dengan masyarakat yang membawa batu, kayu, serta pecahan kaca.
Aparat terus mendorong masuk, warga mulai melemparkan apa yang mereka pegang. Polisi mulai menembakkan gas air mata dan mengeluarkan air dari mobil water canon agar masa bubar. Namun masa tak kunjung bubarkan diri, bentrok tak terelakkan. Satu persatu polisi mulai mengamankan warga yang melempar batu, konsentrasi massa terpecah sampai melarikan diri ke permukiman warga dan kebun.(hbb)