BATAM,PM: Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kota Batam mendesak Pemerintah Kota Batam dan BP Batam untuk menyiapkan lahan relokasi bagi ribuan petani yang ada di Kawasan Rempang.
Selain permukiman warga, lahan pertanian juga menjadi korban atas pembangunan eco city yang akan dilaksanakan tahun ini di Rempang.
Selama ini, petani di Rempang cukup berperan dalam mengendalikan inflasi di Batam. Berbagai macam hasil tani selama ini menjadi andalan dalam memenuhi kebutuhan pangan di Batam.
Ketua HKTI Kota Batam, Gunawan Satary mengatakan ada keresahan yang dirasakan oleh petani, atas rencana relokasi di Rempang. Petani berharap pemerintah tidak mengabaikan keberadaan ribuan petani, dan peternak yang ada di Rempang.
“Selama ini pemerintah ini hanya bicara soal relokasi rumah 45/200 untuk warga. Namun mereka tak menyinggung soal nasib petani yang selama ini juga menggantungkan hidup, dan menginvestasikan uang di pertanian tersebut. Jadi kami juga mohon pemerintah peduli dan memperhatikan petani,” jelasnya, Selasa (22/8).
Ia menyebutkan berbagai hasil pangan dari petani Rempang seperti cabai, jagung, bayam, pisang, kangkung, kacang, jambu, pepaya, semangka, dan hasil tani lainnya.
Lanjutnya, petani tidak menolak relokasi, namun juga harus ada lahan relokasi untuk petani dalam melanjutkan usaha bertani mereka. Selain petani, juga ratusan tenaga kerja yang juga menggantungkan hidup di sektor pertanian Rempang ini.
“Bukan hanya soal relokasi ini, kami juga minta ada ganti untung atas relokasi ini. Karena sudah banyak uang yang kami tanamkan di lahan pertanian ini. Jadi tokoh perhatikan juga nasib kami. Tolong juga diperhatikan soal kerugian yang kami derita sebagai dampak relokasi ini,” ungkapnya.
Perwakilan Perempuan Tani, Dewi Qoriati mengatakan hasil tani selama ini cukup berperan dalam mengendalikan inflasi di Kota Batam. Meskipun selama ini mengandalkan kebutuhan pangan dari luar daerah, hasil petani lokal juga jadi yang diandalkan.
“Akan ada gejolak harga, jika petani di Rempang hilang begitu saja. Jadi kami minta kepada pemerintah untuk juga menyiapkan relokasi lahan, agar kami bisa melanjutkan pertanian ini,” ungkapnya.
Menurutnya, relokasi ini juga terkesan buru-buru. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya surat peringatan (SP) satu, dua, dan tiga dalam waktu kurang dari dua pekan. Sehingga petani syok dan khawatir nasib pertanian mereka yang masih berkembang, dan menunggu masa panen.
“SP 1 keluar, empat hari kemudian SP 2, dan sepekan kemudian SP 3. Jadi dalam dua pekan ada tiga SP yang kami terima,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua HKTI Crisis Center Batam, Rika Sentosa mengatakan ada ribuan ayam ternak yang selama ini menyuplai kebutuhan di Batam. Adanya rencana relokasi ini juga turut mempengaruhi nasib peternak di Kawasan Rempang.
“Tidak ada sosialisasi, tiba-tiba sudah ada SP1 sampai 3 dalam waktu yang cukup berdekatan. Jadi kami harus akui, saat ini kami khawatir. Ini akan mempengaruhi stabilitas ketahanan pangan di Batam,” terang Rika.
Ia menambahkan pelaku usaha tani ini juga merupakan investor di Kota Batam. Sehingga juga layak menjadi perhatian bagi pemerintahan. Peternakan ini tidak instan, ada bibit ayam yang juga dalam masa perkembangan.
Kebutuhan untuk lahan peternakan juga tidak sedikit. Satu peternak membutuhkan lahan yang luas untuk menampung bibit ayam, induk petelur, hingga ayam potong yang selama ini menjadi suplai bagi warga Batam.
“Jangan diabaikan nasib kami ini. Karen banyak yang bergantung pada peternak ayam ini. Berapa usaha yang akan terdampak, kalau peternakan ini terganggu,” tutupnya. (ABG)