>>>Metro Forum Bersama Ketua DPD Partai Gelora Indonesia Kota Batam, Ir H Riky Indrakari
DUA priode menjadi Anggta DPRD Kota Batam menjadi bekal yang sangat cukup buat Riky Indrakari, kembali ikut berkntestasi di Pileg 2024 nanti.
Dengan pengalamannya selama 10 tahun menjadi wakil rakyat, tetap optimis masih mendapatkan tempat di hati masyarakat.
Namun, kini Riky menjadi nakoda dalam kapal yang berbeda. Kini ia mengomando Partai Gelora Indonesia Batam. Jika dua priode sebelumnya, ayah dari lima anak ini sebagai politisi PKS, dan sukses mendapatkan hati masyarakat hingga duduk dua priode di parlemen Engkuputri, bisakah Riky tetap mempertahankan kepercayaa masyarakat Batam untuk kembali memilihnya, tanpa bayang-bayang dari “rumah” lamanya?
Kamis (20/7) dalam diskusi rutin Metro Forum yang dipandu Direktur POSMETRO Haryanto, warga Tiban itu memaparkan semuanya. Bagaimana strategi Riki untuk terlepas dari lable seorang PKS, bagaiman trik dan cara Partai Gelora Batam untuk mengambil ceruk suara sebagai partai baru yang harus berlawanan dengan partai-partai besar lainnya?
Berikut petikan diskusinya:
Posisi sebagai ketua DPD Partai Gelora Indoensia Kota Batam dan persiapan untuk menghadapi pemilu 2024. Pertama kami ingin tahu sebagai partai baru, masalah platform Gelora seprti apa? Masyarakat perlu tahu sebelum menentukan pilihan, apakah masyarakat lebih memilih partai sebagai idelogi atau tokoh partainya?
Terkait dengan kelahiran Partai Gelora, timbul dari keresahan terkait arah Indonesia kedepan. Kita punya cita-cita di seratus tahun Indonesia merdeka ini. Menjadikan Indonesia gernerasi emas.
Cuma bagaimana cara berjalannya. Kita lihat pada jaman Suharto dulu, ada pembangunan jangka lima tahun. Tapi kita berhenti di kepemimpinan sepuluh tahun, atau berhenti di kepemimpinan rezim ke tiga puluh tahun.
Sehingga saat ini kita belum tahu sejauh mana mencapai sasaran target. Itulah yang sebabnya beberapa inkumnben di PKS, karena kita waktu itu dalam posisi tidak mendapatkan tempat untuk maju, sehingga kita sama-sama tidak kembali ke parlemen. Termasuk Pak Fahri Hamza, Anis Matta. Menginisiasi berdirinya partai baru.
Awalnya kita membentuk komunitas Garbi (Gerakan Arah Baru Indonesia). Dan dengan semangat gerakan arah baru itulah, dibingkai dalam bentuk partai politik yang platform kita, singkatannya INDEK: ISLAM-sebagai spirit, kemudian NASIONALISME- ini juga menjadi pemersatu kita selama ini. Kemudian DEMOKRASI, lalu EKONOMI yang tentu berbasis kesejahteraan).
Kita juga mempunya tagline, pemenangan 2024 ini. Ini terkait dengan tiga momentum besar yang kita hadapi kedepan; menjadikan Indonesia sebagai super power baru dunia. Kita lihat perubahan geo politik terjadinya perang Rusia-Ukraina, berhadapan dengan Amerika yang berhadapan dengan Eropa, Jadi Eropa hanya dijadikan medan perang saja.
Dan bukan tidak mungkin kedepan ekskalasi kedepan akan dihadapi di asia pasific. Karena memang hegomoni barat ini sedang digoyong. Sementara Rusia juga sedang diganggu.
Kita juga jangan mengaggap bahwa, posisi kita yang jauh dari medan konflik itu aman-aman saja. Karena ini akan terjadi ekskalasi perebutan sumberdaya. Kitalah perlu menyadari ini, karena akan menghadapi sepuluh tahun pergantian kepemimpinan 2024 ini. Reformasi akan mengalami 30 tahun di 2028, sebagai momentum kedua pergantian rezim.
Kita tahu proses reformasi ini juga tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Kita hanya ingin sekedar menurunkan Suharto, tapi setelah itu apa kita tidak tahu.
Artinya Gelora ingin mengambil momentum ini. Kita ikut atau tidak perubahan dari kepemimpinan dunia, ini akan berubah. China sudah pasti akan menjadi satu kekuatan tambah Rusia yang juga mampu mnenjadikan medan perang sebagai uji coba senjata.
Artinya apa, Indonesia juga perlu memikirkan, bagaimana menjadikan super power baru dunia, itu di tiga kekuatan, Ekonomi -tidak lagi ekspor bahan mentah, jadi penguatan nilai tambah, membuat ketergantuangan dengan kita. Ini juga menjadi cita-cita Bung Karno dan Hatta.
Nah, kemudian perlu kekuatan militer untuk menjaga itu, karena negera kita yang sangat terbuka. Ini sama dengan membuka pintu tapi jendela kita juga dibuka. Kita tidak hanya sekadar bisa membentengi, tapi juga harus memperkuat, kalau kita ingin bersaing, sumberdaya bidang teknologi.
Inilah yang menjadi, sumpah. Dulu ada sumpah palapanya, Gajahmada. Lalu 1928 ada sumpah pemuda. Ini menjadi Indoensia super power baru dunia menjadi sumpah Partai Gelora jika diberikan kesempatan, minimal lolos dalam parlemen threshold.
Apa bedanya PKS dengan Gelora, karena kita tahu, mungkin bisa dibilang Gelora jadi sempalan PKS?
Dari visinya beda. Mungkin saya tidak membandingkan dengan partai lain. Satu satunya partai punya cita-cita terkait Indonesia emas, ini mungkin Partai Gelora. Kalau memang ada namanya restorasi, dan sebagainya, tapi kan tidak kongkrit. Kalau menjadikan Indonesia super power dunia, ini juga merupakan cita-cita founding fathers kita.
Bahkan di 10 tahun Indonesia merdeka, Bung Karno sudah jadi kekuatan blok ketiga yang disegani. Jadi yang sudah menjelang sertaus tahun ini, kenapa tidak melakukan itu.
Sebenarnya partai lain, termasuk rumah lama kami, yang ada itu kan kita tidak semakin memperbesar rumah, semetara kita juga tidak ingin menarik gernegarasi baru bergabung, karena itu kita yang juga punya kamar-kamar sendiri akhirnya didorong ke beranda, ke teras dan akhirnya kami pergi merantau. Artinya apa, kami tidak melihat adanya peluang untuk melakukan program ke arah baru Indonesia ini.
Apakah platformnya partai agama? Karena kalau melihat perjalanan politik kita, partai agama ini kan semakin kecil tergerus oleh nasionalis. Sedangkan, kalau sama dengan platform partai sebelumnya, apakah tidak berebut ceruk yang sama?
Untuk ini kami punya data sendiri, di tahun 2022, kitakan mulai di 2019. Langkah yang seharusnya di akhir kita tarik kedepan dengan pola merekrut anggota dengan sistem aplikasi karena tidak bisa tatap muka.
Ternyata setelah dua tahun, artinya di 2022 melalui talaah, kita punya data yang kita persepsi pemiliha PKS yang beralih ke Gelora ini cuma lima persen. Bahkan dalam dialog pimpinan PKS cuma tiga persen. Artinya apa, kami berhasil keluar dari bayang-bayang PKS saat ini.
Terkait dengan Anis Matta, Fahri Hamzah, ini bukan karena sempalan, sudah dimulai sejak Anis Matta jadi Presiden PKS, mengisyarakatkan terbuka dari eksklusifisme, secara keuangan juga..
Berarti secara tidak langsung, bahwa Partai Gelora bukan bagian dari PKS? Tapi partai baru yang kebetulan pengurusnya, mantan PKS?
Sampai ke bawah mantan incumben PKS.
Bagaimana bisa melepas stigma bahawa ini bukan PKS?
Itu melekat escara personal. Seperti saya masih dipersepsi sebagai PKS. Mungkin ada peran figur dimasyarakat. Inilah tugas masing-masing figur mejelaskan di masyaraklat.
Memang tidak mudah, tidak cukup dengan baliho saja. Kami ini hanya bercita-cita ingin memfasilitasi, bagi yang sudah bergabung.
Kami ingin menunjukkan, dan terbukti dari hasil survei bahawa kita sudah bergeser ke tengah dan cenderung ke kiri. Bukan untuk merebut pangsa pasar. Kita ingin mengatakan, pangsa pasar basis beragama ini, dari tahun “55 sampai pemilu “72, ceruk yanhg diperebutkan tetap 32 sampai 36 psersen. Sementara kita berebut dengan partai lama, saya rasa itu tidak produktif. Kita perlu meyakinkan, diceruk yang tengah bahkan yang kiri, kita tahu DPT, seperti di Batam 65 pesrsen pemilih milenial. Artinya, ini peluang untuk partai baru untuk menarik simpati. Dan memang yang bergabung ke Gelora rata-rata pemilih pemula.Karena untuk sosialisasi kami rasa belum sampai ke masyarakat.
Apakah Partai Gelora ini partai ekslusif yang hanya dibidik kau agama, atau terbuka, semua bisa masuk?
Gelora partai terbuka, azasnya sendiri Pancasila. Dan harus diejawantahkan terbuka juga. Mungkin dalam bidang-bhidang yang ada juga menunjukkan ada yang khusus lingkungan hidup, jadi tidak hanya terkait isu tentang agama. Kita lihat agama itu tetap jadi spirit perubahan, yang kita tahu setiap perubahan peradapan karena ada spirit agama.
Kalau kita lihat partai yang ekslusif ceruknya hanya beragama tertentu tidak bisa besar? Jadi semua bisa membangun dan mewarnai pembangunan negeri ini. Kalau kita tarik ke Batam, seperti apa peluang di Batam? Karena yang bakal dihadapi tentu inkumben?
Dari proes DCS, yang mantan dewan cuma dua. Kita tidak bisa menang kecuali berkolaborasi dengan semua. Secara sturktur kita punya kelemahan. Kita berharap rumah rumah kolaborasi ini menjadi rumah singgah bagi diskusi diskusi yang mereka ingin Batam kedepan seperti apa.
Kalau kita lihat kos politik ini kan cukup besar. Apakah sudah tepat seperti saat ini, proporsional terbuka?
Saya mendukung proporsional terbuka. Kita berharap makin banyak pilihan makin bagus. Tantangan kita money politik. Kita lihat baliho sepi, karena mereka (sebagian politisi) menganggap bisa dengna money politik.
Mau tak mau harus meminamlisir money polkitik. Sejahterakan dulu rakyatnya. Tapi prosesnya lama. Yang kedua ya itu tadi, dibuat aturan bahwa setiap calon anggota DPRD itu di partainya dilakukan konvensi dulu.
Tapi harus ada aturan atau undang-undangannya. Bukan orang yang mudah loncat sana loncat sini, atau yang punya uang yang naik tengah jalan. Yang ketiga mungkin, ini terobosan penting yang selalu didorong Fahri Hamzah, bagaiaman bakal calon legislatif juga dibiayai kampanye pemerintah. Jadi di luar biaya biaya itu, artinya ada pun keluar biaya diluar itu, perlu diaudit tidak boleh lebih dari 10 persen misalnya. Sehinga orang orang yang punya potensi membawa perubahan di legislatif nanti bisa juga masuk.
Seperti saya yang cuma mengandalkan, 10 tahun yang saya lakukan dulu di DPRD Batam, memang tidak banyak, tapi masih ada basis basis yang menghargai.
Konvensi ini kalau bsia dibiaya negara. Sehingga nanti output caleg itu sudah hasil selesi partai.Fenomena ini, untuk partai baru seperti Gelora, orang memilih itu kan tidak hanya karena popularitas, tapi juga ada istilah isi tas. Dari bacaleg Gelora, Apakah dua unsur itu dimilik atau hanya bertempur dipasar bebas?
Tentu kita dulukan kapasitas, dan tak memungkiri isi tas. Isi tas yang dimaksud itu, bagaimana dia bisa bermanfaat, minimal satu dapilnya bisa dalam proses mengatasi atau sekadar memenuhi biaya-biaya administrasi. Jadi di kami ini penting, karena melihat dia berbuat apa terhdap tim, karena kita tidak ada satu kemenangan itu kecuali kemenangan tim.
Artinya, kekurangan yang ada di sini mampu dilengkapi. Bahkan, ketua DPC pun yang merintis, tidak mesti nomor satu.Jadi urutan nomor bacelg ukurannya apa? Jadi ini hasil dari rembukan tim. Evaluasi nomor urut ini bersama dengan DPW. Tapi kan ada parameternya, apakah karena kapasitas, popularitas atau isi tasnya?
Ketiga -tiganya tak bsia dipungkiri. Cuma isi tas ini urutan terakhir. Jadi mental dia dia punya mental petarung, berapa pun uang yang dia punya akan dikorbankan, baik untuk kemenangan pribadi mau pun kemenangan partai bersama. Sederhaana saja, waktu saya dewan PKS dulu, dimana daerah yang saya sulit masuk, saya cari yang caleg dan bantu. Jadi kosnya kan lebih minimal. Katakanlah dia ketua persatuan imam masjid satu kecamatan, artinya dia punya relasi. Kalau saya yang masuk tak bisa, tapi kalau dia yang masuk sangat bisa, jadi kita bantu atribut, misalnya. Berdasar pengalaman ini, saya berikan masukan pada kawan kawan di provinsi, karena waktu saya berada di perusahaan selama dua puluh tahun, kan pola-polanya juga seperti ini. Yang diterima tak melulu hanya hasil tes akademik, tapi melalui hasil wawancara. Melihat prilaku dan sikapnya.
Kita ingin anggota Gelora ke depan itu tidak hanya sekadar jadi layangan. Begitu melihat sesuatu yang banyak, dia jadi lupa untuk komunikasi dengan yang di bawah. Atau di bawah pengurusnya sibuk bergunjing sendiri.
Kita ingin dia jadi tukang pos, sebelum jadi sudah punya didikasi untuk itu, mengadvokasi masyarakat. Mohon maaf, seperti saya lah, saat ini orang masih datang meminta bantu untuk anaknya masuk sekolah. Tapi saya tetap berushaa untuk membantu. Alhamdulillah masih bisa membantu. Ini yang saya maksud pengalaman yang lalu menjadi bahan evaluasi kawan-kawan dalam menentukan caleg.
Tapi kami tidak yakin soal layang-layang tadi. Karena bagaimana pun menjadi anggota dewan nanti pasti jadi layang-layang. Layang layang partai, saat ketua partai bicara kanan, pasti belok kanan?
Yang kita harapkan meski dia berbelok tapi adress adress yang dipupuk saat ini tetap ada.
Target Gelora sendiri untuk Batam?
Kita berharap bisa menjadi satu fraksi. Mungkin saya belum bisa memastikan. Ada empat dapil yang bisa kita harapkan untuk lolos. Namanya perjuangan, kita punya optimesme yang sama dengan inkumben. Karena hampir 2,5 tahun inkumben juga tidak turun di masa covid-19. Kami juga masih banyak melihat di beberapa perumahan yang tidak tersentuh PIK, pokir mau pun anggota dewan yang turun.
Kita gunakan data skunder 2019 partai partai pemenang pemilu, tapi kita juga lihat yang tidak menang pemilu yang tidak masuk parlemen, ini cenderung tidak dirawat. Jadi kami masuk. Juga ambil peluang wilah inkumben yang juga tidak dirawat.
Karena masyarakt ini, saat ini sudah jamannya gadget, yang sudah layar sentuh. Jadi mereka juga ingin calon anggota dewannya juga mudah disentuh. Contohnya kalau ada undangan masyarakat, mereka juga tidak hadir, inikan sesuatu. Kita ingin dorong dengan adanya rumah rumah koloborasi Gelora membangun relasi.
Tapi kan tetap saja, untuk partai baru akan mengalami kesulitan. Karena memaparkan program macam-macam tapi belum pernah dilaksanakan. Sedangkan para ikumben tentu sudah melakukan sesuatu. Untuk partai baru bagaiaman meyakinkan masyarakat?
Dengan kita memiliki pemetaan yang tadi, tentu kita juga lakukan kegiatan yang memang tidak semua anggota dewan bisa mendatangi basis-basis suara yang ada. Kita akan masuk di basis-basis suara yang memang sedang menunggu. Tapi tidak juga ada yang datang. Kita datang dan meyakinkan. Kita berharap apa yang mampu kita bantu, nanti kedepan akan menjadi relasi atau silaturahim yang tidak putus. Karena orang tetap akan miliha figur.
Partai, atau popularitas dan figur itu tetap penting. Contoh, kalau figur bagi-bagi uang, semisal ada paket kota, provinsi, DPR RI. Inikan figurnya yag dipilih. Siapa yang memberi, siapa yang menyentuh. Tinggal bagaimana kita masuk di kalangan yang objek yang memiliki kesadaran untuk membangun bangsa ini dari hal terkecil. Tentu dengan cara dialog.
Seperti contoh, Pak Fahri Hamzah yang disebut juga haternya banyak, tapi kan haternya juga sudah mulai teredukasi. Minimal melihat kondisi saat ini, perlu yang vokal, kalau mengkritik itu dengan solusi. Tentu kita harus bersih dulu. Gelora ini target utama juga membantu lolos parlemen thresold.***