POSMETRO.CO Metro Kepri Batam

Sahat Sianturi Minta Agar PAD Jangan Hanya dari Darat Saja

KEPRI, PM: Bagaimana sebuah anggaran di pemerintahan bisa devisit? Bahkan problem ini sudah bisa tedeteksi sejak pertengahan tahun berjalannya penggunaan angaran itu sendiri. Komisi 2 DPRD Kepri yang membidangi masalah perekonomian menjadi alat kelengkapan DPRD yang mengawal masalah anggaran ini.

Anggota DPRD Kepri di Komisi 2, Sahat Sianturi menjelaskan, tugas komisi 2 hampir sama dengan komisi lain. “DPRD hanya tiga tugasnya. Anggaran, legislasi yang mengurusi masalah peraturan, dan pengawasan terhadap APBD dan produk yang kita keluarkan. Di DPRD ada komisi 1,2,3, dan 4. Kita bermitra terhadap Organisasi Perangkat Daerah yang membidangi perekonomian seperti di Komisi 2. Dulu namanya Dispenda, lalu BP2RD, sekarang jadi Badan Pendapatan Daerah, dan banyak lagi lainnya. Ada sembilan mitra.

Tugas kita yang pertama, melaksanakan pengawasan dan mengkoordinasi terhadap mitra mitra itu. Setelah itu, program program yang berkaitan dengan mitra, kita usulkan di pembahasan APBD,” paparnya menjelaskan.

Sejak pertengahan tahun ini, Pemerintahan Provinsi Kepri disebutkan mengalami devisit anggaran. Terakhir diprediksi Pemrov Kepri devisit sampai sekiar Rp200 miliar. Mengapa hal ini bisa terjadi? Bukakkah penentapan PABD sudah dirembukkan dan dianalisa bersama dengan wakil rakyat?

Dijelaskan Sahat, APBD ini penerimaannya itu merupakan prediksi. Sumbernya pajak pajak daerah, berbagai hasil dari pusat, seperti DAK dan DAU.

Kata Sahat, sebenanya devisit sudah bisa diperkirakan di bulan ketiga. APBD dari pajak pajak daerah dan retribusi, dari pusat dan sisa anggaran tahun sebelumnya.

“Tahun sebelumhya kita peredisksi ada sisa kira kira Rp200 miliar lebih. Ternyata setelah diaudit BPK untuk taun 2021, sisanya itu tidak sampai Rp200 miliaran. Berbagai macam faktor penyebabnya, mulai dari kondisi pandemi dan juga beberapa target-target PAD yang tak tercapai. Silva tahun sebelumnya dibawah yang kita targetkan, sekitaran Rp160-an miliar. Itu saja sudah meleset. Otomatis mempengaruhi APBD 2022,” papar Sahat menjelaskan.

Jadi menurut Sahat, devisit yang tercatatkan, di tahun 2022 ini diperkiakran dari masalah masalah yang dijelaskannya tadi.

“Lalu ada lagi yang menjadi penyebab devisit, dari labuh jangkar. Sudah sempat kita bukukan, sampai sekarang belum ada kepastian akan kita dapat dari sana. Di tahun 2022 ini kita bukukan juga Rp50 miliar, sampai sekarang belum ada tanda tanda bisa kita peroleh. Inilah yang menimbulkan devisit itu,” ujarnya menegaskan.

Dikatakan Sahat, bicara soal kewajaran, sebenarnya APBD Kepri ini juga terlalu minim. “Rp3,8 triloun sekitar itu. Kalau minus Rp200 miliar ya gimana. Padahal APBD yang sebesar tadi untuk menaungi 7 kabupaten kota. Apa coba yang bisa diperbuat untuk itu? Apa yang bisa dibangun? Tambah minus lagi, ya tambah kurang wajar,” ujarnya.

Sahat juga mengingatkan, di Kepri ini merupakan daerah kepulauan yang luas lautnya sangat berpotensi untuk menjadi pundi-pundi pendapatan. “Ada yang bilang lautannya 98 persen, ada yang bilang 96 persen. Anggap 96 persen laut. Sekarang sumber APBD kita ini cuma bersumber dari darat itu saja. Belum serius untuk meningkatkan penerimaan kita dari sumber laut yang 96 persen ini. Ini yang harus diperjuangkan bersama-sama. Mungkin ekspor ikan,” tuturnya menyarankan.(***)