Iptek dan Hilirisasi Industri Kehutanan

    spot_img

    Baca juga

    BP Batam Peduli, Ribuan Paket Sembako dan Santunan Anak Yatim Disalurkan

    BATAM, POSMETRO: Sucinya bulan Ramadhan 1445 H/2024 M menjadi...

    Gubernur Buka Puasa Bersama Para Pimpinan OPD, FKPD dan Instansi Vertikal Kepri

    KEPRI, POSMETRO: Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menggelar acara berbuka...

    Ansar Serukan Istiqomah di Penghujung Ramadan dan Muliakan Al-Qur’an

    KEPRI, POSMETRO: Gubernur Kepulauan Riau H. Ansar Ahmad melanjutkan...
    spot_img

    Share

    posmetro.co, Jakarta: Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dihadapan Sidang Tahunan MPR, menyambut Peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI ke-77, Selasa, 16 Agustus 2022, menegaskan tentang proses hilirisasi industri di Indonesia, serta transisi energi yang  tengah berlangsung dalam rangka mengurangi emisi karbon, sesuai Kesepakatan Paris 2015.

    Dikatakan Presiden bahwa proses hilirisasi bahan tambang nikel telah menghasilkan produk olahan setengah jadi dan produk produk industri hilir nikel lainnya,  sehingga bisa meningkatkan ekspor 18 kali lipat, dari hanya Rp16 triliun pada 2014 menjadi Rp.306 triliun di tahun 2021, dan diproyeksikan mencapai Rp.440 triliun pada tahun 2022 ini.

    Proses hilirisasi serupa juga akan diterapkan pada industri industri tembaga, timah dan bauksit, sehingga nilai tambang semaksimal mungkin akan berada di dalam negeri, membuka lapangan kerja, meningkatkan kandungan lokal dan memberikan pemasukan sebesar besarnya untuk Negara.

    Proses hilirisasi industri menerapkan iptek, riset dan inovasi dengan sumberdaya manusia yang mumpuni. Presiden juga meyampaikan tentang proses transisi energi dari energi fosil menuju energi baru terbarukan seperti energi matahari, panas bumi, angin, ombak laut dan energi biomasa.

    Dipacu pula persemaian dan rehabilitasi  hutan tropis  dan hutan mangrove yang menjadi potensi besar penyerapan karbon.
    Selain pada sumberdaya alam tak terbarukan, seperti mineral dan migas, proses hilirisasi industri kehutanan, yang merupakan industri terbarukan, juga terus dipacu akhir-akhir ini.

    Dari hanya ekspor produk bahan baku dari hutan alam pada dekade 1970-an, lalu mengalami hilirisasi industri  pada dekade 1980-an, dengan produk kayu lapisnya.
    Sesuai berjalannya waktu, industri kehutanan Indonesia bergerak menuju industri hutan tanaman, menghasilkan hilirisasi bahan baku pulp, kertas, masker kesehatan hingga furnitur dan energi biomasa.

    Bahkan sekarang produk hutan tanaman industri hasil hilirisasi sudah menghasilkan viscose sebagai bahan baku benang rayon untuk pembuatan tekstil dan garmen berkualitas.

    Proses hulu-hilir-pasar di industri kehutanan terus berproses. Di sisi hulu, untuk inventarisasi hutan  telah diterapkan sistem barcode yang masuk kedalam Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH). Guna menjamin masuknya kayu legal Indonesia ke pasar ekspor, diterapkan Sistem Verifikasi Legalitas & Kelestarian (SVLK) kayu. Kesemuannya menerapkan tekonologi digital 4.0.

    Guna penanganan kebakaran hutan dan lahan, diterapkan teknologi citra satelit digital dan Sistem Informasi Geografis (SIG) sehingga dapat ditetapkan lokasi lintang-bujur “hot spot” potensi terjadi kebakaran karhutla didalam sistem Fire Danger Rating System (FDRS). Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) juga diterapkan untuk membuat “Hujan Buatan” guna meningkatkan kebasahan lahan dan hutan Nusantara.

    Untuk penanaman bibit pohon, diterapkan teknologi drone, sedang penyediaan bibit unggul pohon diterapkan teknologi kultur jaringan mutakhir. Kesemuanya ini menggunakan iptek modern dengan sumberdaya manusia kehutanan semakin unggul.

    Walaupun belum mencapai angka ekspor nikel yang mencapai Rp306 triliun, ekspor produk kehutanan hulu-hilir Indonesia, pada tahun 2021, sudah mencapai USD 13,5 miliar, atau setara Rp202 triliun, yang merupakan angka produk ekspor industri kehutanan Indonesia tertinggi sepanjang masa.

    Ekspor produk kehutanan pada tahun 2045, saat Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaan NKRI, diproyeksikan mencapai USD 60 miliar, atau setara Rp.900 triliun.

    Dunia saat ini sedang menuju Green Economy, Green Energy, dan Go Green.  Kesemuanya ini bertumpu pada sumber daya kehutanan dan industri kehutanan.

    Dari sasaran Net Sink Forest & Other Land Use (FOLU) Tahun 2030, lewat penetapan kawasan hutan, penghitungan tegakan pohon, perhitungan serapan karbon, hingga proses Monitoring – Reporting – Verification (MRV) dan aksi mitigasi hingga pengembangan energi biomassa, industri kayu untuk konstruksi bangunan, produk furnitur dengan desain menerapkan teknologi 3-D Printing,  Compter-Aided Design (CAD) dan Computer-Aided Manufacture (CAM), dan multi-usaha kehutanan.  Kesemuanya jelas akan menerapkan iptek modern.
    Indonesia perlu mengantisipasi kemajuan iptek industri kehutanan modern ini agar tetap bisa bersaing di pasar global, terutama untuk penyiapan sumberdaya manusianya.

    Investasi industri kehutanan diproyeksikan akan terus meningkat, antara lain untuk Pembangkit Listrik Energi Biomassa 7 MW keatas, juga rencana pembangunan ekosistem industri kehutanan modern di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Maloy, Kalimantan Timur, yang akan membenamkan investasi hingga USD 5 miliar untuk 10 tahun ke depan, guna memproduksi Oriented Strand Board (OSB) yang anti api, anti gempa dan anti air, Lumber Veneer Laminated (LVL), Cross Laminated Timber (CLT) untuk bangunan gedung bertingkat, Glulelam Lamianted Timber (GLT) untuk bangunan kayu dengan kekuatan setara beton, serta pengolahan minyak sawit untuk produk oleo-chemical, Polyurea dan Polyurethane untuk pembuatan lem dan cat produk kayu kehutanan.
    Indonesia adalah salah satu pemilik hutan tropis terbesar di Dunia.

    Dengan sentuhan iptek modern maka potensi sumberdaya alam terbarukan ini akan mampu memberikan nilai tambah yang amat besar bagi Negara, sekaligus membuka lapangan kerja sebanyak banyaknya bagi rakyat Indonesia.
    (lina)