BP Batam dan BPN Digugat Pemilik Purajaya Beach Resort

    spot_img

    Baca juga

    Batam Jadi Pilot Project Pemasangan Jaringan Gas

    BATAM, POSMETRO: Kabar gembira, Pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM...

    200 Warga Batam Mulai Mudik Gratis ke Jakarta Naik KM Kelud 

    BATAM, POSMETRO.CO : Sedikitnya 200 peserta mudik gratis Program...

    85 Persen Unit Apartemen Balmoral Sukses terjual di Opus Bay

    >>>Kawasan Terintegrasi Pertama di Kota Batam        INVESTASI...
    spot_img

    Share

    BATAM, PM: Purajaya Beach Resort Nongsa, Batam salah satu yang ikut andil dalam membangun Batam. Usaha dari pengusaha lokal tersebut, ikut memberi pemasukan yang cukup besar dari sektor pajak. Pun, sebelum jadi resort terkenal, tak sedikit dana yang dihabiskan untuk membersihkan lahan.

    “Kalau dinilai dalam dolar waktu itu sekitar 94 miliar,” kenang Rury Afriansyah, pemiliknya. Karena di lahan tersebut, ada warga yang bermukim serta makam yang harus dipindahkan dari situ.

    Tahun 1993 itu, ada sekitar 30 hektar lahan yang dialokasikan BP Batam kepada PT Dani Tasha Lestari untuk jenis usaha atau kegiatan di bidang Pariwisata dengan hak guna bangunan (HGB) selama jangka waktu 30 tahun dan dapat di perpanjangan lagi sesuai ketentuan yang berlaku.

    Setelah mendapat alokasi lahan tersebut, dibangunlah Hotel dan sarana pendukung untuk keperluan Pariwisata di resort. Rury Afriansyah, direktur kini dirundung masalah. Sarana dan prasarana resort mau diambil alih secara sepihak. Padahal hak pengelolaan atas lahan tersebut baru akan berakhir pada tahun 2023.

    “Karena itulah kami gugat ini perbuatan melawan hukum,” kata Rury didampingi Djaka Susanto, kuasa hukum PT Dani Tasha Lestari saat konferensi pers, Rabu (30/3).
    Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap BP Batam dan BPN Batam didaftarkan di Pengadilan Negeri Batam dan sudah di register dengan nomor perkara 92/Pdt.G/2022/PN Btm. “Kemarin (Selasa 29 Maret 2022) kami daftarkan,” timpal Djaka.

    Djaka menjelaskan, dasarnya menggugat BP Batam karena pada tahun 2020 telah mengambil alih secara sepihak hak atas objek sengketa ( lahan seluas 30 hektar di Purajaya Beach Resort) yang beralamat di Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Padahal objek sengketa tersebut baru berakhir pada tahun 2023.

    Katanya, dalam mengambil alih objek sengketa itu BP Batam dinilai telah melanggar tata cara pembatalan alokasi lahan dan mengambil lahan alih secara sepihak hak atas tanah dan bangunan proyek sengketa.
    Maka demi hukum, lanjutnya, penggugat memiliki kedudukan hukum yang sah untuk bertindak dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum Aquo.

    “Dimana perbuatan tergugat (BP Batam) telah melanggar ketentuan pasal 3 dan 4 tentang peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 11 tahun 2016,” katanya.

    Djaka menilai, dalam mengambil alih secara sepihak atau pembatalan atas objek sengketa tersebut, seharusnya tergugat mengirimkan surat peringatan 1,2 dan 3 melalui surat pos tercatat, tetapi kewajiban itu tidak dilakukan oleh tergugat.

    “Bahkan, penggugat tidak pernah diajak klarifikasi dan tidak dikonfirmasi mengenai masalah tersebut,” terangnya. Menurutnya, permasalahan ini terjadi pada saat tergugat sebagai Ex-officio menjabat Kepala BP Batam. Dimana, tindakan tergugat Aquo dilakukan bendasarkan pada surat peringatan ke-3 yang diterbitkan tahun 2017. “Maka aturan yang harusnya dipergunakan mengacu pada ketentuan peraturan yang berlaku pada saat tindakan pembatalan dilakukan,” imbuh Djaka.

    Masih kata Djaka, adapun tata cara pembatalan alokasi lahan dikarenakan hal tertentu dan pengalokasian lahan yang dibatalkan menurut peraturan Kepala BP Batam No 11 tahun 2016 adalah 7 hari kalender setelah diterbitkan surat peringatan ke-3. Apabila dalam kurun waktu tersebut, tidak ada tanggapan dari penerima alokasi lahan, maka alokasi lahan di batalkan.

    Namun dalam perkara ini, sebut Djaka, pembatalan yang dilakukan pihak tergugat baru dilakukan pada tahun 2020, maka telah melebihi jangka waktu 7 hari sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 peraturan Kepala BP Batam nomor 11 tahun 2016. Dengan demikian, tergugat telah melakukan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh badan dan atau pejabat pemerintah.

    “Aneh sekali pembatalan ini. Sebab, surat SP3 (yang tidak pernah diterima penggugat) dikeluarkan pada tahun 2017, sementara pembatalan alokasi lahan terjadi di tahun 2020. Berarti udah lewat dong, jika merujuk pada aturan Kepala BP Batam nomor 11 tahun 2016 pasal 4,” tegasnya.

    Djaka menyebut, dalam perkara ini, pembatalan sepihak oleh tergugat terhadap objek sengketa, tergugat juga telah melakukan pemasangan tiang papan peringatan di objek sengketa. Sedangkan objek sengketa masih dalam sengketa dan belum ada proses eksekusi dari Pengadilan.

    Djaka menilai, dalam gugatan ini unsur melawan hukum telah terpenuhi berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata, antara lain bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, melanggar hak subjektif orang lain, melanggar kaidah tata susila san bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang harusnya dimiliki oleh seseorang.

    Bahwa, oleh karena objek sengketa aquo telah diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama penggugat sebagai pemegang hak di atas tanah hak pengelolaan atas lahan dan baru akan berakhir haknya pada tahun 2023, tetapi sudah diambil alih oleh tergugat maka jelas itu merupakan perbuatan melawan hukum. “Maka, produk-produk yang dikeluarkan tergugat adalah produk yang cacat hukum dan tidak sah serta tidak mengikat,” timpalnya.

    Djaka menerangkan, sesuai UU Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria, jika dalam jangka waktu hak tersebut berakhir dapat dilakukan perpanjangan, yang secara tegas disebutkan pada pasal 35 ayat (2), yaitu atas permintaan pemegang hak dan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut pada ayat (1) dapat di perpanjangan waktu paling lama 20 tahun.

    “Perpanjangan tersebut juga telah sesuai dengan ketentuan pasal 17 surat perjanjian antara penggugat dan tergugat Nomor: 264/SPJ/KA-AT/XI/93, tanggal 30 Nopember 1993 yang menyebutkan kepada pihak kedua yang jangka waktu hak atas tanah sebagai mana dalam pasal 5 perjanjian ini berakhir, sepenuhnya dapat pula diberikan kesempatan utama (Hak Utama) untuk mengajukan pembaharuan hak atas tanah di maksud apabila ketentuan-ketentuan / persyaratan-persyaratan dalam perjanjian ini dipenuhi dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan pertanahan yang berlaku,” tutup Djaka sambil menyebut atas tindakan ini pihaknya sangat dirugikan baik secara materill maupun imateriil.

    Terpisah, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait mengatakan, pihaknya masih dalam proses hukum. “Kita hormati saja proses hukum yang tengah berjalan,” katanya saat dikonfirmasi wartawan. (cnk)