Kasus Perebutan Kapal MV Seniha di Batam Mencuat Lagi, Setelah Bareskrim….

    spot_img

    Baca juga

    Jaksa Batam Ajari Camat dan Lurah di Batuaji Cara Menghindari Masalah Hukum

    BATAM, POSMETRO: Untuk meminimalisir pelanggaran hukum di lingkungan Kecamatan...

    BP Batam – Lions Club Indonesia Kolaborasi Hijaukan Waduk Sei Ladi

    BATAM, POSMETRO: Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) melalui Badan...

    Bottor Erikson Pardede: Harta Pengusaha Singapura Dikuasai Orang Kepercayaan dengan Melawan Hukum

    BATAM, POSMETRO: Sekelumit masalah dihadapi Dewi, termasuk harta peninggalan...

    Saldo Rekening Pengusaha Singapur Lenyap Rp 8,9 Miliar, Sidangnya Alot di PN Batam

    BATAM, PM: Orangnya sudah meninggal dunia pada pertengahan 2021...

    Sekdaprov Kepri Terima Audiensi TIM PKDN Sespimti Polri, Sambut Indonesia Emas 2045

    KEPRI, POSMETRO: Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad diwakili Sekretaris...
    spot_img

    Share

    BATAM, PM: Ada satu kapal tanker di salah satu galangan kapal Tanjunguncang, Batam, Kepri. Kapal itu sudah ada sekitar 2010 silam untuk perbaikan. Kapal berbendera Panama itu bernama MV Seniha.

    Kapal tersebut kalau masih bisa dioperasionalkan, informasinya ditaksir sekitar Rp 70 miliar. Kapal ini pernah diperebutkan oleh dua pihak yang saling klaim kepemilikan.

    Hingga kini kapal Seniha masih berstatus sita jaminan. Nah, baru-baru ini kasus kapal Seniha kembali mencuat.

    Itu setelah dua orang yang diduga memalsukan dokumen kapal ditangkap oleh Bareskrim Mabes Polri.

    Adalah pria berinisial RNB dan FT. Mereka sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Agustus 2019 lalu sebelum akhirnya ditangkap pada Rabu (1/12) lalu. RNB di Medan dan FT diamankan di Manado.

    Namun kuasa hukum RNB dan FT menyesalkan penangkapan tersebut. Dalam konferensi pers yang digelar pemilik perusahaan pengelola kapal (Seniha) Togu S bersama dua kuasa hukum dari RNB dan FT di Batam yakni Irwan S Tanjung dan Indra Raharja terungkap juga fakta baru.

    Ternyata pelapor berinisial RSSED warga negara Lebanon (Bulk BlackSea pemilik MV Seniha) juga masuk daftar pencarian orang oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Mabes Polri.

    Dalam daftar DPO disebutkan, RSSED bertindak sebagai orang yang menyuruh membuat surat persetujuan berlayar palsu atas nama kapal Seniha yang saat ini bertuliskan MV Neha.

    “Dia (menyebut nama DPO) juga menjadi tersangka atas tuduhan pemalsuan surat izin berlayar. Sementara di sisi lain, polisi menangkap klien kami atas tuduhan pemalsuan dokumen kapal,” ujar Irwan S Tanjung, Sabtu (11/12).

    Lanjut Irwan S Tanjung ini harus diclearkan dulu, jangan semua dicampuradukkan. Ditambah, lanjut Irwan S Tanjung saat ini gugatan perdata perbuatan melawan hukum yang saat ini masih berlangsung di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

    “Karena jelas dalam Perma, Sema, Perkap Kapolri yang mana ketika terjadi sebuah perbuatan perdata atau diduga ada pidananya juga maka dikedepankan dulu perdata nya,” kata Irwan S Tanjung.

    Sementara itu, Togu pemilik perusahan yang mengklaim berhak mengelola dan memelihara kapal Seniha (MV Neha) yang turut disangkut pautkan merasa terusik.

    Menurutnya, tudingan dari pihak RSSED kepadanya itu tidaklah benar. “Apa yang dikatakan oleh pihak mereka sudah sangat merugikan saya, mana buktinya kalau itu semua benar,” tegas Togu.

    Togu juga membantah bahwa ia terlibat dalam pentfransferan file ke Organisasi Polisi Internasional (Interpol). “Secara tegas saya katakan bahwa hal tersebut tidak benar dikarenakan saya tidak pernah untuk campur tangan dalam tuduhan pencurian dan pemalsuan,” lanjutnya.

    Togu juga menjelaskan terkait kepemilikan kapal. Menurutnya, kapal tersebut bukan milik pihak Bulk BlackSea lagi.

    Pihaknya telah melakukan aktivitas pemeliharaan terhadap kapal Seniha (MV Neha) sesuai dengan surat kuasa per tanggal 21 Maret 2021.

    “Kami saat ini terus melakukan penjagaan dan pemeliharaan kapal NV Neha, kemarin sempat mengalami posisi kemiringan , tapi kami sudah perbaiki lagi agar tidak rusak,” kata Togu.

    Rekannya, Indra Raharja menambahkan, sebenarnya dalam perkara kapal ini banyak pihak yang dilibatkan.

    Termasuk Kepala Kantor Pelabuhan (Kesyahbandaran) Batam, saat itu dijabat oleh Bambang Gunawan dan Kepala Pos Kesyahbandaran Tanjunguncang Sularno.

    Mereka didakwa merubah dokumen nama kapal. Dan kenyataannya, yang bersangkutan bebas.

    Hingga kini kapal Seniha masih berstatus sita jaminan. Dari laman direktori putusan Mahkamah Agung RI disebutkan “Neha IMO 870159 berbendera Djibouti gagal karena adanya pihak yang keberatan.

    Kapal “MV Sineha-S IMO 8701519 berbendera Panama yang telah diubah nama menjadi kapal MV Neha IMO 8701519 berbendera Djibouti masih dalam status sebagai objek Sita Jaminan dalam perkara keperdataan di Pengadilan Negeri Batam dan perkara perdata tersebut belum proses upaya hukum. Halaman 23 dari 124 Putusan Nomor 113/Pid.B/2020/PN.Btm2,” demikian salah satu petikannya.

    Petikan itu juga mengungkapkan bahwa kapal Seniha IMO 8701519 ke Galangan Kapal PT.DDW Pertama untuk diperbaiki pada 10 April 2010.

    PT. DDW Pertama merupakan bagian dari perusahaan PT. DDW Paxocean. Adapun Jasa Maritim Wawasan Nusantara untuk pengurusan segala dokumen dari kapal laut MV Seniha IMO 8701519 berbendera Panama.

    Sekitar bulan Agustus tahun 2011, tergugat meminta kepada penggugat secara lisan untuk melakukan pekerjaan servis kapal itu yang berada di PT. Drydock Tanjunguncang, Kota Batam.

    Pada Bulan Oktober 2016 terdapat transaksi jual beli kapal laut MV Seniha IMO 8701519 berbendera Panama di Batam dengan dihadiri dari calon pembeli. Namun pihak lain mengetahui adanya pergantian nama kapal hingga terjadi perseteruan.

    Sehingga saat itu majelis hakim berpendapat, hal berikutnya yang harus dibuktikan oleh penggugat adalah apakah tergugat ada melakukan perbuatan cedera janji (Wanprestasi) terhadap penggugat dalam hubungan hukum perjanjian pekerjaan perbaikan engine utama kapal MV Seniha-S.

    Tidak Pernah Memberikan Surat Kuasa

    Terpisah, Niko Nixon Situmorang kuasa hukum dari pelapor RSSED menyebut, kalau perkara pemalsuan surat kuasa itu sudah dilaporkan ke Mabes Polri pada tahun 2017 lalu.

    “Kalau dibilang mendahulukan yang mana, inikan permasalahan yang lain. Ini masalah yang sama tapi kedudukan yang beda. Tahun 2017 mereka dilaporkan, kemudian mereka tidak menghadiri pemanggilan pemeriksaan. Sedangkan gugatan perdata itu tahun 2020. Bedakan dong,” kata Niko Nixon Situmorang dikonfirmasi POSMETRO.

    Ia mengakui, memang ada gugatan yang dimasukkan ke PN Batam karena pihaknya merasa tidak pernah memberikan surat kuasa kepada mereka. “Sementara dengan surat kuasa itu mereka sudah melakukan klaim terhadap kapal itu,” ucap Niko.

    Terkait kliennya yang saat ini juga ditetapkan sebagai DPO, Niko
    enggan menjelaskan persoalan kliennya itu. “Kalau itu silahkan ke Dittipidter Bareskrim Mabes Polri,” katanya.

    Pihaknya juga tidak menutupi apapun yang ditetapkan. “Nggak ada masalah. Itu tuduhan atas merubah nama kapal. Mereka dari pihak owner dan waktu itu memang Kepala Kantor Pelabuhan (Kesyahbandaran) Batam ditetapkan tersangka, tapi kenyataannya, bebas karena merobah nama kapal oleh owner itu sah sah saja,” tutupnya.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo dalam rilisnya menyampaikan, para pihak harus saling menjaga, berkoordinasi dengan pihak keamanan, tidak bertindak main hakim sendiri yang dapat mengganggu iklim usaha transportasi laut di Indonesia serta mencoreng wajah Indonesia di dunia maritim internasional.

    “Untuk itu, saya meminta semua pihak agar menghormati keputusan hukum yang ada, bersama-sama menjaga kondisi agar tetap kondusif, sehingga dunia internasional tetap mempercayai Indonesia sebagai negara yang memiliki jaminan keamanan yang baik untuk sektor transportasi laut,” pesan Dirjen Agus kala itu.(cnk)