Nelayan Tradisional Natuna yang Kian Terpinggirkan

    spot_img

    Baca juga

    Empat Penghuni Hotel Melati di Jodoh- Nagoya Diangkut Polisi

    BATAM, POSMETRO: Diduga kerap dijadikan sebagai tempat penyalahgunaan narkotika,...

    Batam Jadi Pilot Project Pemasangan Jaringan Gas

    BATAM, POSMETRO: Kabar gembira, Pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM...

    200 Warga Batam Mulai Mudik Gratis ke Jakarta Naik KM Kelud 

    BATAM, POSMETRO.CO : Sedikitnya 200 peserta mudik gratis Program...
    spot_img

    Share

    TNI AL menjamin keamanan nelayan dan laut.

    NATUNA merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, yang letaknya sangat strategis dan memiliki kekayaan alam melimpah.

    Kabupaten Natuna merupakan wilayah kepulauan paling utara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berbatasan langsung dengan sejumlah negara asing.

    Di sebelah Utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja. Sebelah Selatan berbatasan dengan Singapura, Malaysia. Dan di bagian Timur berbatasan dengan Malaysia Timur.

    Selain itu, Kabupaten Natuna juga berada pada jalur pelayaran internasional yang dilalui oleh banyak kapal laut asing, seperti Hongkong, Jepang, Korea dan Taiwan.

    Kabupaten ini terkenal dengan penghasil minyak dan gas. Data yang dihimpun, cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 14.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680 barel.

    Ladang gas D-Alpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) dengan total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia.

    Kabupaten Natuna disebutkan sebagai wilayah maritim Indonesia, karena memiliki luas laut mencapai 99 persen dari total luas wilayahnya.

    Potensi disektor perikanan laut mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun dengan total pemanfaatan hanya sekitar 36 persen saja.

    Rata-rata menangkap ikan di perairan Natuna ini adalah nelayan-nelayan tradisional dan nelayan besar, yang berada disekitar area perairan.

    Lokasi penangkapan itu berada disekitar Pulau Bunguran, Natuna Besar, Pesisir Pulau Natuna, Midai, Pulau Serasan, dan Laut Natuna bagian Utara.

    Akhir-akhir ini, Kabupaten Natuna menjadi perbicangan setelah Kapal Ikan Asing (KIA) sering menerobos perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

    Herman Ketua Nelayan Kabupaten Natuna beberapa waktu lalu mengatakan, jika kapal ikan asing telah merambah titik koordinat 108 hingga 109 atau sebelah timur Pulau Laut, yang bersinggungan langsung dengan Laut Cina Selatan.

    Bahkan kata dia penjaga pantai (coast guard) nelayan asing tersebut, juga kerap melakukan pengusiran terhadap nelayan lokal dan tradisional agar tak mencari ikan di wilayah itu.

    “Nelayan Natuna seringkali berhadapan langsung dengan Kapal Ikan Asing yang sedang melakukan ilegal fising di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia, tepatnya di Perairan Natuna Utara,” kata dia.

    Dengan banyaknya pelaku ilegal fising oleh Kapal Ikan Asing (KIA) itu sebut Herman, membuat nelayan lokal yang masih tradisional merasa terganggu dan terpinggirkan. Imbasnya hasil tangkapan nelayan jauh menurun.

    “Biasanya satu kali melaut manghasillan tangkapan 3 hingga 5 fiber, kini hanya 2 hingga 3 fiber saja. Rata-rata menurun hingga 50 persen,” sebut Herman.

    Selain itu tambah Herman, nelayan tradisional tradisional melaut masih menggunakan kapal lapak kecil dengan kapasitas yang terbatas.

    “Sehingga kalah saing dengan kapal kapal luar Natuna yang jauh lebih besar dan canggih,” tambah Herman.

    Herman meminta kepada pemerintah dan aparat keamanan, untuk terus meningkatkan pengawasan dan patroli di laut. Salah satunya ujar dia dengan melibatkan kapal pengawas maupun kapal perang milik TNI AL.

    “Intinya semua stakeholder saling mendukung terhadap pengawasan laut kita. Kalau semuanya sudah memainkan peran masing-masing diyakini pelaku ilegal fising berkurang atau tidak ada lagi,” ujar dia.

    Sementara itu, pengurus Aliansi Nelayan Natuna (ANA) Hendri mengaku was – was ketika melakukan aktifitas melaut di kawasan Laut Natuna Utara. Lantaran belakangan ini kapal perang milik negara Cina kerap muncul di kawasan itu.

    “Bagaimana tidak, kehadiran kapal perang Cina itu sontak membuat para nelayan lokal takut dan pontang panting menjauh, dan mengangkat jangkar kapal untuk segera pergi,” kata dia.

    Hendri juga mengatakan, pihaknya sering mendapat laporan kapal militer asing yang masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia satu bulan terakhir.

    “Nalayan merasa lokasi tangkapan ikan mereka sudah tidak aman. Para nelayan sangat mengharapkan perhatian pemerintah dalam menanggapi masalah ini,” ujar Hendri.

    Para nelayan sambung Hendri juga sempat mengabadikan melalui video seluler saat berpapasan dengan 6 kapal perang China, pada Senin (13/9) lalu.

    Dalam video saat itu, sekelompok nelayan berada di koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur. Yang terlihat jelas dalam video adalah kapal destroyer Kunming-172 karena berada paling depan dalam formasi.

    Keberadaan kapal perang milik China ini, kata Hendri, sangat berpengaruh dengan hasil tangkapan ikan nelayan lokal. Sebab, nelayan terpaksa menghindar dari lokasi tangkap ikan saat ada kapal militer asing melintas.

    “Nelayan kita biasa menangkap ikan dengan alat tangkap tradisional yang sangat mengedepankan kearifan lokal, untuk menjaga sumber daya yang berkelanjutan. Sehingga dengan adanya aktifitas kapal asing itu, sudah pasti mengganggu,” imbuh Hendri.

    Sementara itu Ketua DPRD Natuna, Daeng Amhar saat di jumpai di ruang kerjanya, Rabu (29/9) mengatakan sudah selayaknya pemerintah daerah dan pusat lebih memperhatikan nasib nelayan-nelayan tradisional.

    Sebab sebut Amhar dengan banyaknya Kapal Ikan Asing mencari ikan di sekitar perairan Natuna, tentunya berimbas pada hasil tangkapan nelayan jauh menurun.

    “Jika dilihat saat ini tak salah jika kita sebut nelayan-nelayan tradisional kita terpinggirkan. Karena salah saing dengan nelayan memiliki kapal lebih besar dan canggih. Ditambah lagi banyak Kapal Ikan Asing (KIA) yang mencuri ikan di sekitar wilayah tangkapan mereka,” sebut Daeng Amhar.

    Daeng Amhar meminta kepada acara aparat keamanan baik dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) maupun TNI AL untuk terus meningkatkan pengawasan dan patroli laut.

    “Atas nama wakil rakyat, diharapkan agar pihak keamanan untuk terus meningkatkan pengawasan dan berpatroli. Sehingga kasus pencurian ikan atau ilegal fising bisa di minimalisir,” ujar Daeng Amhar.

    Daeng Amhar menghimbau kepada para nelayan untuk tetap melaut dan tidak takut melaut. Sebab pihak TNI AL menjamin keamanan nelayan.

    “Kepada nelayan untuk tetap melaut karena TNI AL menjamin keamanan di perairan kita. Meskipun demikian tetap jaga keselamatan,” pinta Daeng Amhar.

    Terpisah, Bupati Natuna, Wan Siswandi dalam rapat virtual dengan Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Menko Hankam, Selasa (5/10) menyebutkan bahwa Kabupaten Natuna tidak punya kewenangan atas laut tapi punya nelayan.

    Rapat tersebut membahas tetang keamanan Laut Natuna Utara dan implementasi Kebijakan Hak Berdaulat di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEEI) Laut Natuna Utara dalam menjaga keamanan Nasional di ruang rapat kantor Bupati Natuna Jalan Bukit Arai Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau (4/10).

    Bupati Natuna, Wan Siswandi mengungkapkan jika nelayan Natuna merasa terganggu oleh nelayan asing yang bereperasi di laut Natuna.

    “Untuk itu Kami Pemerintah Kabupaten Natuna sangat mendukung pemerintah pusat dalam hal hankam pengamanan laut Natuna oleh TNI, Bakamla dan Kapal pengawas perikanan KKP, sehingga nelayan Natuna merasa aman,” ungkap Wan Siswandi saat didampingi Pj. Sekda Natuna Boy Djanarko dan Kepala Badan Perbatasan, Marka.

    Wan Siswandi menjelaskan jika Kabupaten Natuna dibentuk berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999 dengan luas wilayah 216.113,42 Km2, daratan : 1.978,19 Km2 (0,75 %) dan lautan : 218.091,61 Km2 (99,2 ) dan memiliki Pulau sebanyak 154 buah.

    Yang sudah berpenghuni tambah Wan Siswandi sebanyak 27 buah, sedangkan yang belum berpenghuni sebanyak 127 buah, kemudian 7 pulau berbatasan dengan negara lain.

    “Namun dengan terbitnya UU RI Nomor 23 tahun 2014 tetang Pemerintah Daerah Pasal 14 ayat 1, Tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi, maka pemerintah daerah Kabupaten Natuna tidak memiliki kewenangan sama sekali atas pengelolaan laut Natuna,” sebut Wan Siswandi.

    Wan Siswandi juga menyampaikan, disamping pengamanan dari pencurian ikan oleh nelayan asing, tidak kalah pentingnya juga pengamanan sumberdaya alam, seperti minyak dan gas di laut Natuna.

    “Disamping pertahanan dari sisi Hankam, tentu tidak kalah penting adalah penguatan dari segi ekonominya. Oleh karenanya, pemerintah kabupaten Natuna meminta kepada pemerintah pusat perlu mempercepat terlaksana Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) perikanan dan pengembangan industri pariwisata. Termasuk mendorong Geopark Nasional Natuna menjadi UNESCO Global Geopark (UGGp),” kata Wan Siswandi.

    Dilanjutkan Wan Siswandi, selain tidak memiliki kewenang terhadap laut, di daratpun Natuna kekurangan air bersih.

    “Sementra penduduk kian hari makin meningkat baik dari pertumbuhan dari masyarakat Natuna itu sendiri maupun kebutuhan dari penambahan institusi dari pemerintah pusat,” ujar Wan Siswandi.

    Kapal Perang Asing Dibalik Ilegal Fishing

    Kegiatan illegal fishing kembali meraja rela dilakukan oleh kapal ikan asing (KIA) di laut Natuna bagian Utara kembali terjadi setelah lengsernya Susi Pudjiastuti dari jabatan Menteri KKP pada periode kedua masa kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo.

    Awal dari laporan para nelayan Natuna di daerah operasi penangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap berupa tradisional fishing alias pancing ulur dan pancing tunda beberapa waktu lalu, di dapati belasan buah KIA dengan menggunakan alat tangkap jenis trawl sedang melakukan kegiatan penangkapan ikan secara leluasa.

    Adapun titik kordinat operasi tepat dalam kawasan perairoan Indonesia di posisi 5° 14. 260′ lintang utara, 109° 41. 848′ bujur timur, bagian timur kepulauan Natuna Provinsi Kepulauan Riau atau yang terkenal dengan sebutan Laut China Selatan.

    Lebih dahsyatnya lagi, kegiatan ilegal fishing yang dilakukan secara leluasa oleh KIA ini ternyata mereka diawasi langsung oleh kapal perang yang mana diduga kapal tersebut bukan milik Indonesia.

    Keberadaan kapal perang dengan nomor lambung 171 tersebut dijumpai pada hari Jum’at (19/03/21) tempat jam 09:15 wib hingga 14:00 Wib masih berada di titik yang sama dan sedang melakukan pengawasan atas kegiatan operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh KIA di dalam kawasan perairan Indonesia.

    Dari hasil rekaman video yang dilakukan oleh nelayan di titik kordinat 5°. 14. 313′ lintang Utara, 110° 03. 986′ Bujur Timur, sebelah timur dengan jarah lebih kurang 1 mil dari kapal perang yang posisinya berada bagian barat dari pompong nelayan.

    Dari hasil percakapan radio rig milik nelayan yang menggunakan jalur frekuensi 143000, para nelayan lokal tersebut saling mempertanyakan kenapa dan mengapa bisa sebuah kapal perang berdiam diri tanpa ada pergerakan dan menghiraukan para KIA yang leluasa melakukan ilegal fishing dengan menggunakan trawl tersebut.

    Ternyata, setelah mereka dekati kapal perang berlambung 171 tersebut menggunakan bendera berwarna merah dan bukan berbendera Indonesia.

    Data informasi kapal perang yang berlambung 171 tersebut diduga dimiliki oleh negara Tiongkok (China) berdasarkan hasil penelusuran data Google.

    “Bahaya kita, habislah laut kita di keruk sama KIA ini, pantaslah dia leluasa mengeruk laut kita, ternyata dia dikawal langsung sama kapal perang dia,” kata Rapi selaku nelayan asal Kecamatan Bunguran Timur Laut Kabupaten Natuna saat melakukan komunikasi radio PTT dengan nelayan yang berada di KM. Naga Mas yang sama sama berada di kawasan tersebut.

    Dari hasil informasi yang di telusuri dari situs google, ternyata tidak di temukan kapal perang berlambung 171 itu di Indonesia.

    “Ternyata kapal perang berlambung 171 itu dimiliki oleh negara China,” kata Rapi.

    TNI AL Menjamin Keamanan Laut Natuna Utara

    Menyikapi tingginya pelaku ilegal fising di wilayah perairan Natuna bagian Utara akhir-akhir ini, Panglima Komando Armada I, Laksamana Muda Arsyad Abdullah melakukan kunjungan kerja ke Natuna, Kamis (16/9/2021) lalu.

    Dalam kunjungannya, dia mengatakan TNI Angkatan Laut memiliki 5 KRI untuk menjaga kawasan Laut Natuna secara bergantian.

    “Sikap TNI AL di Laut Natuna Utara sangat tegas melindungi kepentingan nasional di wilayah yurisdiksi Indonesia sesuai ketentuan hukum nasional dan hukum internasional,” kata Arsyad dalam siaran persnya.

    Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) 1 Laksamana Muda (Laksda) TNI Arsyad Abdullah mengatakan sampai saat ini kondisi Laut Natuna Utara tidak ada permasalahan sama sekali.

    “Kita menggelar setidaknya 5 KRI di sana untuk melaksanakan penegakkan kedaulatan dan hukum di Laut Natuna Utara,. TNI AL menjamin keamanan Laut Natuna bagian Utara,” terang
    Laksamana Muda Arsyad Abdullah.

    Sikap TNI AL di Laut Natuna Utara sangat tegas sambung Laksamana Muda Arsyad Abdullah yakni melindungi kepentingan nasional di wilayah yurisdiksi Indonesia, sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi sehingga tidak ada toleransi terhadap berbagai bentuk pelanggaran di Laut Natuna Utara.

    “TNI AL dalam mengemban tugas berdasarkan pada Pasal 9 Udang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, khususnya sub Pasal A dan B, yaitu melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan dan menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional,” tegas Laksamana Muda Arsyad Abdullah.

    Sementara itu dalam konferensi pers
    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Selasa (17/8/2021) lalu telah ditangkap dua kapal ikan asing pelaku ilegal fishing di Laut Natuna Utara.

    Penangkapan tersebut bertepatan dengan perayaan HUT ke-76 Kemerdekaan RI tersebut menegaskan komitmen Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam melindungi laut Indonesia dari praktik IUU Fishing, sebagai upaya menjaga kedaulatan, pertumbuhan ekonomi, dan keberlanjutan ekosistem.

    “Aparat Ditjen PSDKP KKP telah menangkap dua kapal ikan asing ilegal berbendera Vietnam tepat menjelang detik-detik Proklamasi. Ini merupakan hadiah dari KKP dalam rangka HUT RI ke-76. Dalam proses penangkapan tersebut, terjadi perlawanan yang mengakibatkan satu kapal terbakar dan tenggelam,” terang Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Pangkalan PSDKP Batam, Jumat (20/8/2021) lalu.

    Adin menuturkan bahwa operasi pengawasan yang dilakukan oleh Kapal Pengawas Perikanan Hiu 11, Hiu Macan Tutul 02 dan Orca 03 mendeteksi keberadaan dua kapal berbendera Vietnam KG 1843 TS dan KG 9138 TS yang melakukan aksi pencurian ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 Laut Natuna Utara.

    “Kedua kapal tersebut diduga mengoperasikan alat tangkap trawl yang ditarik dengan dua kapal (pair trawl). Pair trawl ini tentu sangat merusak karena beroperasi sampai secara aktif dan memiliki tingkat selektif sangat rendah sehingga semua ikan bisa tertangkap baik besar maupun kecil,” ujar Adin.

    Adin menambahkan bahwa saat ini kapal dan 22 awak kapal berkewarganegaraan Vietnam telah berada di Pangkalan PSDKP Batam untuk proses hukum lebih lanjut.

    Sementara itu, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada, Pung Nugroho Saksono menyampaikan bahwa dalam proses penangkapan tersebut sempat terjadi perlawanan dari para pencuri ikan. Satu kapal ilegal fishing yaitu KG 1843TS yang diawaki oleh 17 awak kapal pun mengalami kebakaran dan tenggelam. Namun demikian, Ipunk memastikan bahwa seluruh awak kapal yang terbakar tersebut berhasil dievakuasi dan dalam kondisi baik.

    “Satu kapal yang melakukan perlawanan akhirnya terbakar karena overheat dan tenggelam. Namun, seluruh awaknya berhasil kami evakuasi,” ujar Ipunk.

    Dengan penangkapan dua kapal asing ilegal tersebut, KKP telah menangkap 130 kapal selama 2021, terdiri dari 84 kapal ikan Indonesia yang melanggar ketentuan dan 46 kapal ikan asing yang mencuri ikan, terdiri dari 15 kapal berbendera Malaysia, 6 kapal berbendera Filipina dan 25 kapal berbendera Vietnam.

    “Selain gigih memberantas illegal fishing, KKP juga terus menunjukkan komitmennya untuk menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan dengan menangkap 62 pelaku destructive fishing seperti bom ikan, setrum maupun racun,” tegas Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP, Pung Nugroho Saksono.

    Keluhan Nelayan Natuna

    Salah seorang nelayan tradisional di Ranai, Andri Zulkarnain menyampaikan pengalamannya selama menjadi nelayan.

    Dikatakan nya jika dahulunya pergi melaut dekat-dekat saja sudah banyak dapat ikan, sekarang ni harus melaut sampai daerah perbatasan bahkan sampai ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

    “Bahkan sebut dia sudah jauh melaut tak menjamin dapat ikan.” kata Andri pria paro baya kelahiran Kecamatan Midai tersebut.

    Diakuinya, rata-rata nelayan Natuna masih menggunakan cara tradisional dalam menangkap ikan. Dan tidak mungkin bisa bersaing dengan Kapal-kapal Ikan Asing (KIA) yang sering menangkap ikan di perairan Natuna tanpa izin.

    “Nasib kami nelayan kecil semakin terpinggirkan. Kapal asing tu menangkap ikan pakai jaring bang. Bukan ikan saja yang habis, terumbu karang juga jadi rusak. Dimana lagi kami mau mancing kalau karangnya sudah dirusak,” ujar Andri.

    Menurutnya, kalau nelayan lokal bertemu KIA dilaut, mereka tidak pernah mau mengalah.

    “Mereka takkan mengalah, kalau kita tak menghindar, pasti ditabrak. Taulah kapal mereka besar sedangkan pompong kita kecil. Rata-rata pompong kami hanya berkapasitas 8 ton saja bang,” terang Andri lagi.

    Dirinya berharap adanya perhatian dari Pemerintah Daerah, Provinsi maupun pemerintah Pusat atau instansi terkait, untuk bisa mencarikan solusi.

    “Sebagian besar masyarakat Natuna itu nelayan, kalau seperti ini terus nelayan kita akan menjadi penonton didaerahnya sendiri, mau kerja di kantor di kantor pemerintahan atau perusahaan sudah tak ada peluang. Mau tak mau menjadi nelayan,” ulas dia. (maz)