Gubernur Tidak Bisa Bekerja Sendiri, Harus Libatkan Wagub

    spot_img

    Baca juga

    BP Batam Peduli, Ribuan Paket Sembako dan Santunan Anak Yatim Disalurkan

    BATAM, POSMETRO: Sucinya bulan Ramadhan 1445 H/2024 M menjadi...

    Gubernur Buka Puasa Bersama Para Pimpinan OPD, FKPD dan Instansi Vertikal Kepri

    KEPRI, POSMETRO: Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menggelar acara berbuka...

    Ansar Serukan Istiqomah di Penghujung Ramadan dan Muliakan Al-Qur’an

    KEPRI, POSMETRO: Gubernur Kepulauan Riau H. Ansar Ahmad melanjutkan...
    spot_img

    Share

    Sekretaris Komisi I DPRD Kepri Muhammad Syahid Ridho
    dan Dosen STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang Zamzami A Karim saat berdiskusi secara Virtual bersama Wartawan. (Foto-Hbb)

    BATAM, POSMETRO.CO: Ketidakharmonisan hubungan antara Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) Kepri berpotensi menghambat pelayanan publik dan target pencapaian program pembangunan daerah ke depan. Pelibatan wagub serta pembagian tugas dan kewenangan yang jelas dinilai menjadi solusi dalam mengatasi ketidakharmonisan tersebut.

    Dosen STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang, Zamzami A Karim, mengatakan bahwa gubernur tidak bisa bekerja sendiri dalam mengelola pemerintahan daerah. Namun harus melibatkan wagub.

    “Jangankan bekerja sendiri, ada wakil gubernur saja terkadang gubernur belum mampu menyelesaikan persolan yang ada bersama tim-tim pendukungnya. Jadi harus bekerja bersama,” tegasnya, Rabu (18/8) kemarin.

    Ketidakharmonisan hubungan antara Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan Wagub Marlin Agustina sempat menjadi sorotan sejumlah kalangan masyarakat, terutama saat keduanya baru menjabat. Isu keretakan itu akhirnya terkonfirmasi saat Gubernur Ansar mengungkap adanya ke-tidakkomitmen-an salah satu partai koalisi pada Pilkada 2020 dalam acara basembang bersama media di Batam, Senin (9/8). Komunikasi antara gubernur dan wakil gubernur pun memburuk.

    “Untuk memperbaiki hubungan komunikasi keduanya (gubernur dan wakil gubernur), ilmu politik itu memberikan ruang kompromi, kerjasama, dan power sharing (pembagian tugas dan kewenangan). Itu adalah hal yang lumrah dilakukan,” kata Zamzami.

    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebenarnya sudah mengatur tentang pembagian tugas dan kewenangan antara kepala dan wakil kepala daerah. Dimana wakil kepala daerah mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah dan mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah.

    Tugas lainnya adalah menindaklanjuti laporan atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup. Wakil kepala daerah juga memiliki tugas mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota, memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah, serta melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.

    Di beberapa daerah, bahkan, tugas wakil gubernur diatur secara jelas dan dititikberatkan pada urusan yang bersifat internal. Meliputi kesejahteraan pegawai, keprotokolan, pembinaan kependudukan dan lingkungan hidup, urusan kesejahteraan rakyat, pembinaan perburuhan dan tenaga kerja, hingga pembinaan kesehatan dan keluarga berencana.

    “Memang, undang-undang tidak menyebutkan secara khusus mengenai pembagian tugas dan wewenang, seperti misalnya ada dinas tertentu yang di bawah wagub. Melainkan, wagub membantu gubernur dalam menjalankan tugasnya. Juga tidak ada ketentuan wagub harus menghadap gubernur dalam jangka waktu tertentu, namun memang perlu ada koordinasi,” kata Zamzami.

    Konflik atau pecah kongsi antara kepala dan wakil kepala daerah berpotensi terjadi tanpa adanya pembagian tugas dan kewenangan yang jelas. Apalagi jika mereka berasal dari koalisi partai politik yang berbeda.

    “Ini tidak terlepas dari kompetisi itu. Tapi ketika kita terima sebagai pejabat publik, harus pandai-pandai memisahkan (lepas dari kepentingan partai politik). Karena gubernur dan wakil gubernur sudah menjadi milik publik,” kata Zamzami.

    Selain itu, Zamzami juga menyarankan kepada partai politik pengusung Gubernur Ansar (Golkar) dan Wakil Gubernur Marlin (Nasdem) untuk bisa duduk bersama. Sehingga komunikasi antara gubernur dan wagub bisa terbangun lagi dengan baik.

    “Perlu ada komunikasi tersendiri antara masing-masing parpol pengusung, terutama Golkar dan Nasdem. Karena saya tengok, dua partai ini dengan konflik gubernur dan wagub, mereka justru memainkan. Seharusnya kedua partai ini membangun kesepakatan kembali,” pungkasnya.

    Sementara, Sekretaris Komisi 1 DPRD Kepulauan Riau Muhammad Syahid Ridho menyayangkan dengan sistuasi yang terjadi antara Gubernur Kepri dan Wakil Gubernur Kepri. Pasalnya, yang terjadi saat ini sebenarnya adalah masalah komunikasi.

    Terkait pembagian tugas menurut dia juga sudah sangat jelas diatur dalam UU 23/2014 terkait Pemda, dan spesifik diatur dalam pasal 65 dan 66.

    “Saya secara pribadi juga cukup sedih, karena seharusnya masalah ini tidak perlu sampai meluas. Hanya masalah komunikasi dan harusnya dapat segera diselesaikan,” kata Ridho.

    Saat ini masih banyak masalah yang menjadi tantangan bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri. Terutama masalah pandemi Covid-19 dan juga ekonomi yang perlu penanganan ekstra agar dapat segera terselesaikan.

    “Masyarakat butuh langkah konkret untuk menyelesaikan masalah saat ini dampak dari pandemi Covid-19. Kalau ada masalah segera selesaikan, kasihan masyarakat pasti sedih melihat hal ini,” katanya. (*/hbb)