Metro Forum Bersama Pengacara Serlina Gultom

    spot_img

    Baca juga

    85 Persen Unit Apartemen Balmoral Sukses terjual di Opus Bay

    >>>Kawasan Terintegrasi Pertama di Kota Batam        INVESTASI...

    Perusahaan Manufaktur Asal Tiongkok Berencana Kembangkan Usaha di Batam

    BATAM, POSMETRO: Sebanyak 30 pimpinan perusahaan manufaktur asal Negeri...

    Kepala BP Batam: Industri Digital Jadi Mesin Penggerak Ekonomi Baru

    BATAM, POSMETRO: Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Nongsa Digital Park...

    AKP Siwanto Eka Putra: Dari Rumah Tahfidz Ini akan Lahir Calon Imam Imam Besar

    BATAM, POSMETRO: Wujud mengabdikan diri kepada masyarakat, AKP Siwanto...
    spot_img

    Share

    >>>Siap “Terbang” Menjadi Wakil Rakyat, Selalu Ada Saat Dibutuhkan

    PENGALAMAN hidupnya yang mandiri sejak usia dini, membentuk keberanian dan menjadi wanita tangguh, Dia Serlina Gultom.

    “Selagi masih ada kesempatan terus maju, Kejar segala impian, Meski wanita harus berani terbang. Jangan seperti burung beo, cuma bisa bersuara tapi takut terbang”.

    Sebaris kalimat ini menjadi motivasi bagi Serli, panggilan akrab ibu dua anak itu. Karirnya sebagai pengacara terus membuat namanya melambung.

    Membela hak-hak wanita, menjadi fokus Serli dalam menegakkan keadilan. “Selalu ada disaat dibutuhkan,” ujarnya sumringah.

    Merasa perlu terus memperjuangkan dan memberikan motivasi lebih kepada para ibu dan wanita-wanita di Batam, Serli kini ingin mejajal menjadi wakil rakyat.

    Duduk mewakili suara-suara wanita yang menurutnya perlu diperjuangkan. “Masih banyak diskriminasi, terutama soal mencari pekerjaan,” ujarnya.

    Beberapa waktu lalu, Posmetro mendapat kesempatan untuk berdiskusi santai bersama Serli beliau menceritakan berbagai pengalamannya selama berjuang di Batam, hingga pada posisinya saat ini.

    Kini Serli siap menjadi calon wakil rakyat. Berikut petikannya:

    Masyarakat perlu tahu lebih dalam lagi, Serli itu siapa?

    Saya lahir di Seribujawa, Siantar, Sumut. Enam tahun besar di sana. Karena mungkin di daerah pendidikan masih minim, jadi sama orang tua, saya dikirim ke Kota Medan. Saya menempuh pendidikan di sekolah asrama di Medan, di Juanda. Sekolah di situ dari SD sampai SMK.

    Hidup di asrama dengan teman-teman dari berbagai suku. Tamat sekolah 2005, saya  langsung berangkat ke Batam. Kerja di PT – PT (perusahaan) di Mukakuning.

    Kira-kira saat itu usia 18 tahun. Artinya sejak usia dini saya sudah biasa hidup mandiri di asrama. Kehidupan di asrama menempa saya menjadi wanita yang mandiri.

    Jadi begitu tamat sekolah saya harus merantau dan hidup mandiri juga sudah biasa. Di Batam, Saya tinggal dengan kakak. Setelah mendapat kerja saya langsung ngontrak sendiri.

    Pertama kali diterima kerja di PT Rubycon. Tak lama sekitar 8 bulan di sana, saya  pindah kerja di PT PCI, lalu satu lagi perusahaan saya lupa. Lalu saya merantau lagi ke Tanjungpinang. Di sana saya kerja di perusahaan Teh Sosro, sebagai akunting. Nah, di sebelah kantor saya itu ada kantor media. Derap Hukum.

    Saat itu sedang membutuhkan wartawati. Saya mencoba profesi yang lain. Saya coba melamar di situ. Karena saya juga hobi menulis, dan tes saya langsung di terima. Sekitar tahun 2009 sampai 2010.

    Lalu tahun 2011 saya pindah di harian Sijori Mandiri sampai 2012. Saya keluar pindah lagi ke media, Batam Today.

    Setelah di situ saya pikir-pikir, saya perempuan bekerja sebagai wartawan yang bekerja di lapangan terus. Saya harus berpikir soal masa depan. Saya harus berkeluarga dan memiliki anak. Dari situlah saya putuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1. Saya coba kuliah. Di Uniba. Sambil buka usaha rumah makan.

    Untuk urusan menikah, saya pikir saya harus sarjana dulu baru menikah. Dari situlah usaha rumah makan dan kerja jadi wartawan untuk biaya kuliah. Sambil juga berbisnis yang lain. Tamat kuliah saya nikah 2016 saat akan wisuda. Saya tutup bisnis saya.

    Setelah itu, saya mulai berpikir, menyandang gelar sarjana saya harus kemana setelahnya. Saya lihat teman-teman banyak yang mencoba untuk advokat. Saya pun tertantang untuk mencoba ini.

    Awalnya saya berpikir untuk pekerjaan yang lain terasa susah dengan usia saat itu.  Biasanya, jarangan sekali tenaga wanita digunakan saat sudah menginjak usia 35 tahun ke atas. Jadi saat itulah saya memutuskan untuk menjadi pengacara. Saya ikut pendidikan advokat.

    Kenapa tetarik menjadi pengacara?

    Awalnya saya ikut bekerja di kantor pengacara. Saya melihat ada seorang ibu yang membawa anaknya. Ibu itu, sedang bermasalah dengan hukum. Sementara kondisi perekonomiannya tidak memungkinkan untuk menggunakan jasa pengacara, itu membuat saya merasa terenyuh. Jadi disitulah saya terpikir. Saya harus jadi advokat, minimal bisa bantu ibu-ibu atau wanita-wanita yang seperti ini.

    Sudah punya suami dan anak saat itu? Mengapa memutuskan untuk terus berkarir?

    Saya tidak mau menjadi ibu rumah tangga yang bergantung pada suami saja. Misalkan suami saya bergaji hanya lima samapai enam juta sebulan. Untuk hidup di Batam untuk memenuhi kebutuhan tidak cukup.

    Saya juga tidak mau cuma merawat anak di rumah menunggu suami pulang kerja. Saya tidak mau hanya seperti itu. Saya pengen berkarir dan juga bisa membantu suami dan merawat anak.

    Seperti apa mestinya seorang Wanita menurut Anda?

    Harus bisa mendiri tidak boleh hanya bergantung pada suami. Tapi tetap juga harus peduli dengan keluarga. Contoh, saya sebelum berangkat kerja, harus sudah mempersiapkan semuanya keperluan suami dan anak. Jadi saat saya sudah berangkat kerja, semua sudah aman dan nyaman. Jadi yang menjaga anak juga tidak susah, tinggal menjaga anak saya saja.

    Apa advokat ada jam kerjanya?

    Tidak ada.

    Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga dan profesi yang tidak ada jam kerjanya, sehingga suami bisa percaya dengan istri yang berkarir seperti ini?

    Kebetulan suami saya, orang yang tidak terlalu mengingat istri, memberikan kepercayaan kepada istri. Yang penting bisa menjaga diri. Salah satu caranya, saya juga harus bisa membagi waktu. Untuk bertemu klien saya biasanya tidak mau di atas jam sepuluh malam. Kecuali ada pendampingan. Misalkan, ada klien saya yang ditahan saat malam hari.

    Pernah dulu ada kasus, klien saya harus menjalani pemeriksaan malam hari. Klien saya ibu-ibu dan anaknya masih usia tiga bulan. Jam dua belas malam ditahan, jadi saya harus mendampingi sampai jam dua baru selesai.

    Tapi kita terus berkoordinasi dengan suami. Apalagi, teman yang saya datangi juga kantor polisi, tentu aman, Dan tidak mengkhawatirkan suami. Ini salah satu contoh saya membagi waktu bekerja dengan keluarga. Contoh lagi, jika mungkin anak saya sakit, saya akan tunda pertemuan dengan klien.

    Karena pertemuan dengan klien juga masih bisa dilakukan di waktu lain. Dan anak bagi saya tetap harus yang utama.

    Ada tidak godaan-godaan menjadi pengacara wanita?

    Bagi saya godaan sebagai wanita dan laki-laki itu memang berbeda. Kalau wanita godaannya paling hanya soal belanja. Ketika dapat uang banyak dari hasil kerja, godaannya cuma belanja, dan itu saya pikir masih positif. Dan saya juga suka berbagi. Jadi beberapa kawan-kawan sering menyebut, saya selalu ada saat dibutuhkan.

    Selama berkarir sebagai pengacara, kasus apa saja yang sering ditangani?

    Sebenarnya sudah banyak dan tak terhitung. Tapi, yang menarik ada beberapa. Seperti saya harus membela terdakwa pencabulan terhadap anak-anak. Ini paling berat. Di lain sisi saya curiga dia memang melakukan yang didakwakan. Tapi di lain sisi, saya harus membela hak-hak dia sebagai terdakwa, karena sudah menunjuk saya sebagai kuasa hukum.

    Saya harus profesional. Saya harus membela, tapi di sisi batin saya tak terima. Saya juga punya anak. Jadi saya berpikir, saya harus membela dia. Sementara bagaimana kalau ini terjadi dengan anak saya. Tapi saya harus profesional, karena sudah ditunjuk sebagai kuasa hukumnya.

    Dalam kasus, saat diminta untuk jadi kuasa hukum, apakah saat pertama tidak menceritakan dulu sebelum melanjutkan pembelaan. Karena ada beberapa pengacara menolak kasus. Satu contoh ada beberapa pengacara yang menolak untuk menangani kasus narkoba?

    Kita memang harus terus menggali dari kasus yang dikuasakan kepada kita. Ya ada beragam klien. ada yang memang konsisten untuk tidak mengakui meskipun terhadap pengacara.

    Bahkan sampai bawa-bawa nama Tuhan. Namanya klien, ada yang memang tanda kutip, tidak jujur. ada juga yang betul betul jujur. Biasanya semakin jauh kita tangani kasusnya semakin terlihat kebenarannya.

    Saya pernah mengalami kasus yang juga pencabulan. Si terdakwa mengatakan tidak melakukan. Ini kasus guru mencabuli murid. Dan rekan rekan sesama guru pun mendukung pengakuannya, tidak mungkin melakukan. Tapi berjalannya waktu dan bukti-bukti yang ada di pengadilan menguak perlahan kasus itu. Baru terbuka, saya pun mundur.

    Apa tujuan dari pengacara saat menangani sebuah kasus? Klien bebas atau seperti apa?

    Pertama, kalau kita melihat klien sudah jujur dan betul betul hasil penggalian kita klien memang tidak melakukan, kita akan terus membela dan berusaha untuk melepaskan dari hukuman. Tapi, kalau memang klien ini memang sudah jujur mengatakan sebagai pelaku, kita akan membela hak-haknya. Hak-hak dia sebagai terdakwa sesuai hukum.

    Mulai dari saat penyidikan sampai ke persidangan kita terus dampingi. Hak dan kenyamanan dari klien harus kita jaga. Kita melindungi hak-hak klien. Contoh kasus, saya pernah menangani kasus penggelapan dan divonis bebas. Tidak terbukti, karena ini masuk ranah perdata. Sempat kita praperadilan. Sampai proses berjalan dan sidang, hingga akhirnya divonis bebas.

    Kasus apa yang menurut Anda paling berkesan?

    Ya itu tadi kasus penggelapan. Karena saya harus terus memperjuangkan dengan membela terdakwa. Bahkan sampai dalam tanda kutip berperang dengan kepolisian.

    Kami ajukan praperadilan. walau pun kalah, tapi lanjut lagi. Dan hingga akhirnya vonis di pengadilan, bebas.

    Jadi pengacara ada honor. Berapa honor tertinggi selama jadi pengacara?

    Ada, ya sekitar seratusan (juta).

    Pernah tidak mendapatkan bayaran?

    Sering. Ini biasanya lebih pada kasus-kasus pribadi yang berkaitan kesulitan ekonomi klien saya. Saat kita pikir klien kita memang tidak mampu, ya kita bantu untuk mendapatkan hak-hak hukumnya.

    Sebagai penegak hukum, seperti apa penegakan hukum kita saat ini?

    Saya sih, dalam penegakan hukum ini empat puluh persen masih percaya. Enam puluh  persennya saya pikir masih banyak oknum-oknum lah yang masih banyak memikirkan masalah uang.

    Lantas bagaimana masyarakat harus mencari keadilan? Kalau Anda sendiri yang penegak hukum merasa bahwa hukum kita masih seperti itu?

    Maka dari itu, kami sebagai pengacara ini menyarankan masyarakat untuk mencari pendamping hukum atau kuasa hukum saat harus berurusan dengan hukum.

    Untuk mendapatkan hak-hak lebih jelas. Konsultasi dulu seperti apa. Di negara maju misalnya, untuk membuat surat perjanjian saja sudah didampingi pengacara.

    Untuk jual beli mobil saja sudah didampingi pengacara. Hal seperti ini yang mestinya harus dipahami oleh masyarakat jika memang ingin hak-hak hukumnya bisa didapat dengan adil.

    Tapi persoalannya, saat untuk menggunakan pengacara atau kuasa hukum, yang terpikir oleh masyarakat adalah uang. Belum – belum masyarakat sudah harus memikirkan uang untuk membayar pengacara.

    Sementara masyarakat ini buta hukum, dan juga mungkin secara ekonomi tak mampu?

    Justru karena itu, ini yang harus banyak dipahami oleh masyarakat. Tidak semua itu mesti diukur dengan uang. Yang perlu itu, adalah kasusnya harus selesai dulu dan bisa mendapatkan haknya dengan benar. Buktinya saya juga banyak menangani kasus yang juga tidak dibayar.

    Atau karena masyarakat yang berhadapan dengan hukum ini yang salah memilih pengacara?

    Bisa saja seperti itu. Secara umumlah. Kita sebagai pengacara itu sudah bisa melihat klien kita itu kondisi ekonominya seperti apa. Kita harus lihat juga, tidak semua dinilai dengan uang.

    Selama ini, lebih banyak menangani kasus pidana, atau perdata?

    Lebih banyak ke pidana. Karena proses di pidana ini lebih singkat, tapi kalau perdata bisa lebih lama. Saya juga di pidana merasa lebih tertantang.

    Sebagai pengacara wanita, seperti apa harapan untuk wanita-wanita di Batam yang berhadapan dengan hukum?

    Harus berani. Terutama bagi wanita-wanita yang mungkin kerap mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Jangan lemah. Melawan dengan cara elegan, Jangan adu fisik. Keluar dari situ, cari bantuan hukum.

    Ada keinginan untuk terjun ke politik?

    Ada. Alasannnya, dulu waktu saya melamar pekerjaan merasa sudah ada diskriminasi. Bagi wanita yang berusia diatas 30-an, kok sulit mencari pekerjaan. Ini yang ingin saya perjuangkan dalam ranah politik. Jangan ada diskriminasi umur bagi wanita untuk mencari pekerjaan.

    Kalau wakil rakyat harus menyampaikan suara rakyat. Sekarang ini kemiskinan dan ketimpangan soal pendidikan juga masih banyak. Contoh ketimpangan antara masyarakat di pedesaan dan perkotaan?

    Saya jujur saya selalu terenyuh melihat anak-anak yang tereksploitasi. Seperti di jalan-jalan. Inikan menurut saya lebih pada belum meratanya atau masih timpangnya masalah pendidikan. Ada memang KPPAD, KPAI ada undang-undangan perlindungan anak.

    Tapi kenapa hal – hal tadi masih juga ada tidak bisa dihapus. Ini juga yang menjadi ketertarikan saya untuk terjun ke dunia politik.

    Bagaimana soal partai? Sudah ada?

    Ada tawaran dari rekan kita dari orang partai. Jadi masih saya pertimbangkan.

    Jadi siap dibutuhkan masyarakat kapan saja?

    Saya selalu ada saat dibutuhkan.***