Kasus Mutasi Virus N439K Sudah Ditemukan di 30 Negara, Indonesia Belum

    spot_img

    Baca juga

    Sistem E-Katalog Versi 6.0 LKPP Resmi Meluncur, Lebih Responsif, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

    JAKARTA, POSMETRO.CO : Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP),...

    Empat Penghuni Hotel Melati di Jodoh- Nagoya Diangkut Polisi

    BATAM, POSMETRO: Diduga kerap dijadikan sebagai tempat penyalahgunaan narkotika,...

    Batam Jadi Pilot Project Pemasangan Jaringan Gas

    BATAM, POSMETRO: Kabar gembira, Pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM...

    200 Warga Batam Mulai Mudik Gratis ke Jakarta Naik KM Kelud 

    BATAM, POSMETRO.CO : Sedikitnya 200 peserta mudik gratis Program...
    spot_img

    Share

    JAKARTA, POSMETRO.CO: Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memperingatkan adanya varian baru SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, yang disebut N439K. Mutasi virus tersebut sudah teridentifikasi di 30 negara.

    Dikutip dari laman Jawapos.com Namun, sejauh ini belum ditemukan kasus N439K di Indonesia.

    ”Sampai saat ini belum ada laporannya,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Terkait Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi kemarin (11/3).

    Saat ini mutasi virus Covid-19 yang ditemukan di Indonesia adalah jenis B117. Kemenkes melaporkan, ada enam orang yang terinfeksi varian baru virus itu.

    Nadia menjelaskan, selain penerapan protokol kesehatan, vaksinasi menjadi jalan untuk mengantisipasi paparan virus. Vaksinasi akan membentuk herd immunity atau kekebalan kelompok.

    Pemerintah mulai menyasar kelompok rentan pada gelombang ketiga vaksinasi. Di antaranya penyandang disabilitas dengan sasaran sekitar 63,9 juta orang. Saat ini ada program sentra vaksinasi bersama yang merupakan kolaborasi antara Pemprov DKI Jakarta, Kementerian Kesehatan, Kementerian BUMN, dan Indonesia Healthcare Corporate (IHC). Sentra vaksinasi bersama telah memulai vaksinasi tahap ketiga untuk penyandang disabilitas yang memiliki kartu tanda penduduk atau KTP DKI Jakarta kemarin.

    Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia mengatakan, Presiden Joko Widodo meminta tidak ada penyandang disabilitas yang tidak merasakan program pemerintah, termasuk vaksinasi. ”Program pemberian vaksin ini juga selaras dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo saat perayaan Hari Disabilitas Internasional Tahun 2020. Kala itu Bapak Presiden mengatakan, jangan sampai ada penyandang disabilitas yang tertinggal dari program layanan yang diberikan pemerintah,” tuturnya.

    Sementara itu, vaksin AstraZeneca yang telah mendapat izin darurat atau emergency use authorization (EUA) dari BPOM dipertanyakan parlemen. Pasalnya, vaksin yang dikembangkan Oxford University tersebut tidak melalui uji klinis BPOM.

    Anggota Fraksi PKS Netty Prasetiyani mempertanyakan asal hasil efikasi 62 persen. Dia meminta pemerintah memastikan proses izin untuk vaksin tersebut berjalan sesuai prosedur standar. Jika tidak, justru akan menimbulkan rasa tidak aman dan ketidakyakinan di kalangan masyarakat sehingga berujung penolakan.

    ”Meskipun AstraZeneca diperoleh dengan skema Covax WHO secara gratis, bukan berarti kita tidak perlu mempertimbangkan efikasi, kualitas, dan kehalalannya. Semua harus transparan, jangan ada yang disembunyikan,” tegasnya.

    Netty mengusulkan agar vaksin AstraZeneca diperlakukan sama seperti Sinovac. Vaksin Sinovac yang datang lebih awal harus melewati uji klinis hingga tiga tahap oleh BPOM, baru kemudian mendapat EUA.

    Jika AstraZeneca mendapat EUA dengan efikasi yang lebih jelas, tegas Netty, proses pemberian vaksin juga harus dipercepat. Capaian pemberian vaksin pemerintah saat ini, menurut dia, masih jauh dari ideal. Pemerintah yang awalnya berniat memberikan vaksin 1 juta dosis per hari hingga kini baru sanggup mencapai 200 ribu dosis per hari.

    Di bagian lain, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan Suhajar Dewantoro mengingatkan pemda untuk menggunakan dana penanganan Covid-19 secara akuntabel dan tepat sasaran. Apalagi, total dana yang dialokasikan cukup besar.

    Dari pantauan Kemendagri, total dana Covid-19 dalam pos APBD di seluruh Indonesia mencapai Rp 42,15 triliun. Dana tersebut terbagi untuk penanganan kesehatan Rp 27,52 triliun, Rp 3,65 triliun untuk jaring pengaman sosial, Rp 10,33 triliun untuk penanganan dampak ekonomi, serta Rp 0,65 triliun untuk program pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

    Jumlah itu masih bisa bertambah menyusul meluasnya PPKM. Sejumlah pemda yang belum sempat mengalokasikan bisa melakukan perubahan anggaran. ”Pemda bisa melakukan perubahan melalui peraturan kepala daerah,” ujarnya. Itu tertuang dalam instruksi Mendagri.

    Dari sebaran wilayah, Pemprov DKI Jakarta tercatat sebagai daerah dengan alokasi anggaran Covid-19 terbesar di level provinsi, yakni Rp 8,1 triliun. Diikuti Banten Rp 1,66 triliun dan Bali Rp 1,58 triliun. Jawa Timur berada di posisi keenam dengan Rp 1,33 triliun.

    Di level kabupaten/kota, Kota Surabaya menempati posisi pertama dengan Rp 532 miliar. Diikuti Kota Bandung Rp 353 miliar, Bojonegoro Rp 263 miliar, Kota Batam Rp 252 miliar, dan Kota Tangerang Rp 250 miliar.

    Suhajar menambahkan, penggunaan dana Covid-19 harus memperhatikan peta penanganan yang digunakan pemerintah. Dalam penggunaan anggaran, misalnya, diupayakan melibatkan industri lokal dan padat karya. ”Untuk membantu masyarakat terdampak Covid,” imbuhnya.

    Selain itu, lanjut Suhajar, pemda harus memperhatikan agenda nasional seperti vaksinasi. Dana pemda dapat digunakan untuk membantu teknis pelaksanaan di level bawah. ”Sempurnakan peta distribusi vaksin,” tuturnya. Suhajar juga mengingatkan agar pendataan bantuan sosial dilakukan secara cermat guna memastikan tepat sasaran.