Pemilik Ruko BTC di Mangsang Tuntut Developer PT BRB Bertanggungjawab

    spot_img

    Baca juga

    Jadi Tersangka, Pj Walikota Tanjungpinang, Terancam Hukuman 8 Tahun Penjara

    BINTAN, POSMETRO: Ditetapkannya Penjabat Walikota Tanjungpinang, Hasan, sebagai tersangka,...

    KONI Kepri Siapkan Atletnya Menuju PON Aceh-Sumut

    KEPRI, POSMETRO: Pelaksanaan PON Aceh-Sumut akan dilangsungkan dari 8-20...

    3 Buaya Terpantau Tim Gabungan Saat Penyisiran Sungai

    BATAM, POSMETRO.CO : Tim gabungan Polri, TNI, Balai Konservasi...

    Selama Mudik Lebaran, Bandara Internasional Batam Layani 1.741 Penerbangan

    BATAM, POSMETRO.CO : PT Bandara Internasional Batam (BIB) mencatat...

    Progres Rempang Eco-City, BP Batam: Listrik dan Air Sudah Mulai Masuk

    BATAM, POSMETRO: Progres pengerjaan bangunan empat rumah contoh untuk...
    spot_img

    Share

    Suasana hearing warga Bida Ayu pemilik ruko Bida Trade Centre (BTC), Mangsang, Seibeduk di DPRD Batam. (Posmetro.co/hbb)

    BATAM, POSMETRO.CO: Merasa kecewa, sejumlah warga Bida Ayu pemilik ruko Bida Trade Centre (BTC), Mangsang, Seibeduk menuntut developer PT Batam Riau Bertuah (BRB) untuk segera menyelesaikan BPHTB, AJB SHGB yang diduga bermasalah.

    Persoalanya tersebut disampaikan pemilik ruko BTC saat Rapat Dengan Pendapat (RDP) di ruang serba guna Komisi I DPRD Kota Batam, Kamis (23/7).

    Pertemuan tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi I, Harmidi Umar Husein didampingi anggota Utusan Sarumaha, dan Tan A Tie.

    Richard Rando Sidabutar, pengacara BTC mengaku bahwa, persoalan klien yakni bahwa sebagian konsumen sudah membayar BPHTB kepada pihak BPR dengan variasi nominal. Namun, pembayaran pajak itu tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang semestinya.

    “Kami kecewa yang pertama BPHTB yang merupakan hak daerah yang harus disetorkan oleh developer dan developer tidak berhak menagih lebih, karena sudah ada aturannya. Mereka sebenarnya hanya tinggal dikalikan dari akta jual beli dikurangi Rp 70 juta dikali 5 persen,” jelasnya.

    Di sisi lain, pihaknya juga meminta BP2RD Batam seharusnya menjelaskan secara perincian pembayaran yang harus dilakukan konsumen atau pemilik ruko. Namun sangat disayangkan, dinas terkait tidak ada penjelasan lebih pasti.

    “BP2RD juga tidak menjelaskan secara rincian. Artinya, apa seharusnya mereka menegaskan, begini loh aturannya,” pinta Richard

    Selain itu, persoalan SHGB dan AJB yang juga disoroti kliennya. Katanya, dalam hal ini pihak developer masih berkelit. Di mana sebagian konsumen ditagih biaya SHGB. Lalu, juga sudah ditagih biaya AJB sebesar Rp 8,5 juta. Sementara, dibrosur saat booking ruko diuraikan bahwa pembiayaan SHGB dan AJB gratis.

    “Kedua SHGB dan AJB dari pihak developer masih berkelit. Padahal saat menawarkan mereka yang membuat brosur. Begitu juga denda-denda yang tak masuk akal yang harus dibayar konsumen,” ulasnya.

    Richard juga berharap ada inisiatif pengembang untuk menyelesaikan hal tersebut dengan kedua pihak. Dan meminta DPRD Kota Batam sebagai wakil rakyat memantau pengembang properti BRB. Jangan sampai permasalahan ini berlarut-larut untuk diselesaikan.

    “Kami minta DPRD Batam, masalah benar-benar dipantau. Karena pengembang ini harus mau menyelesaikan BPHTB ini karena mudah pada membayar. Dan masalah ini juga sudah laporkan ke Polres tiga minggu lalu,” ulasnya.

    Seperti penuturan Megawati, salah seorang pemilik ruko yang mengaku sudah melunasi rukonya dari tahun 2016 silam. Sebagai pemilik, hingga kini pihaknya tidak diberikan kunci ruko. Sehingga ia mempertanyakan hal tersebut kepada pihak pengembangan.

    “Saya dari tahun 2016 sudah membeli ruko tersebut dengan harga 900 juta (Rupiah). Tapi sampai hari ini pihak pengembang tidak memberikan kunci ruko. Gimana saya mau melakukan bisnis,” ucapnya, kesal.

    Ia mengatakan, pihak pengembang tidak bertanggungjawab sama sekali dengan konsumen. Bahkan, BRB seolah tidak mau tahu dengan persoalan yang dialami sejumlah pemilik usaha ini.

    “Kami semua dizolimi sama pengembang ini. Mereka tidak bertanggungjawab sama sekali dengan konsumen,” ungkapnya.

    Hal tegas juga disampaikan Munir, ia mengaku harus membayar AJB dengan kisaran Rp 8,5 juta. Seharusnya biaya yang setor atau dibayar hanya Rp 5 juta. Hal ini juga menjadi pertanyaan pihaknya. Begitu juga persoalan BPHTB yang sering dikeluhkan pemilik ruko lainnya.

    Sementara Wakil Ketua Komisi I DPRD Batam, Harmidi Umar Husein mengatakan, sesuai dengan aduan masyarakat atau konsumen terkait masalah ruko yang ada di pasar di Bida Asri Tanjungpiayu itu, masyarakat merasa dirugikan terkait dengan masalah AJB dan lain-lain.

    “Apa yang kita bicarakan tadi, maka itu kita mengundang kedua pihak. Jadi kita berikan kesempatan pada konsumen dan pengembang yaitu PT BRB dalam waktu seminggu. Kalau tidak selesai, DPRD Kota Batam akan memberikan rekomendasi terhadap perusahaan itu, apakah diteruskan ke pihak yang berwajib, itu nanti,” katanya.

    Sebut Harmidi, salah satu masalah lainnya ada AJB, dan ada yang sudah lunas dari tahun 2016, belum serah terima kunci. Ia menyebutkan dari permasalahan yang disampaikan tentunya beda-beda porsi masalah. Sedangkan dari pihak developer, ada lagi masalah.

    “Ada belum selesai. Inilah yang buat kita selesai hari ini. Makanya kita memberi peluang ke PT BRB dan konsumennya untuk bernegosiasi,” ujarnya.

    Dari BRB katanya dia, membuka ruang selebarnya ke masyarakat. Apapun masalahnya akan diselesaikan.

    Pihaknya juga akan mengatur agenda lanjutan dari kedua pihak kembali. Karena permasalahan ini harus segera diselesaikan dengan baik. Jika tidak, pihaknya akan membuat rekomendasi apakah diteruskan atau dibawa kemana.

    “Kita agendakan, karena sesuai imbauan, kami selaku pimpinan rapat memberikan waktu ke konsumen dan BRB duduk bersama menyelesaikan masalah ini. Jumlah rukonya 74 ruko dan yang sudah dihuni katanya 64 ruko. Maka itu dalam waktu dekat ini, kami akan lihat di lapangan,” pungkasnya. Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT BRB belum bisa dihubungi.(hbb)