Kejadian tindak pidana mengambil anak di bawah umur dari kuasanya yang sah ini terjadi pada Sabtu (28/11) lalu.
Ceritanya, hari itu Junan mengajak bertemu dan makan bersama di Food Court.
“Si anak diiming-imingi sejumlah uang dan jam tangan bermerek,” ujar Wakil Direktur Reskrimum Polda Kepri, AKBP Ari Darmanto saat ekspos. Junan pun sudah izin dengan Munirah untuk membawa anaknya jalan.
Pergilah mereka. Satu jam masih ada kabar dan komunikasi lewat WhatsApp (WA). Beberapa jam setelah itu tak ada kabar. HP tersangka mati. Risaulah sang ibu. Keesokan harinya, Munirah melapor ke Polda Kepri.
Junan dilaporkan karena telah membawa anak yang belum cukup umur di bawah kuasa yang sah. Junan diketahui menjabat HRD di salah satu perusahaan swasta di Batam.
“Setelah laporan diterima, kami lakukan pencarian, mulai dari setiap pusat perbelanjaan, bandara, pelabuhan,” terang Ari.
Pihaknya sudah melakukan upaya negosiasi karena awalnya dianggap urusan keluarga. Dan penyidik melakukan pengecekan terhadap nomor handphone tersangka.
“Kami dapat alamat tersangka, tersangka sedang di rumahnya, Sukajadi. Saat diamankan tidak ada si anak,” katanya.
Kemudian untuk kepentingan penyelidikan, Junan diinterogasi, masih tetap tak mengaku, tidak kooperatif.
“Setelah dicek, seluruh stasiun, terminal, dan bandara, kita koordinasi terkait manifest, CCTv. Dan pada 30 November itu ada kelihatan CCTv dimana tersangka membawa korban sudah dalam penguasaan dan sampai ke Medan, dan dibawa ke Pematang Siantar. Dan dititipkan ke rumah orang tua tersangka atau nenek korban,” tambahnya.
Setelah koordinasi pihaknya melakukan penyelamatan, lalu korban dipertemukan kembali dengan orang tuanya.
“Alasannya, kita duga ada motif si anak ini satu-satunya dari hubungan almarhum (Rudi S.P),” kata Ari. Kemudian, ada beberapa dokumen yang meyakinkan kalau tersangka punya kuasa akan keponakannya itu.
“Tersangka bahkan mau membuat akta kelahiran baru,” tegasnya.
Ada apa dengan Junan? Penyidik saat ini masih mendalami kasus tersebut. Pihaknya juga berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan KPAID.
“Pelaku dijerat Pasal 330 KUHP ayat 1 dan 2 ancaman 15 tahun penjara,” tutupnya.(cnk)