Terpidana Kasus Pembunuhan di Medan Ajukan PK di PN Batam

    spot_img

    Baca juga

    BP Batam – Lions Club Indonesia Kolaborasi Hijaukan Waduk Sei Ladi

    BATAM, POSMETRO: Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) melalui Badan...

    Bottor Erikson Pardede: Harta Pengusaha Singapura Dikuasai Orang Kepercayaan dengan Melawan Hukum

    BATAM, POSMETRO: Sekelumit masalah dihadapi Dewi, termasuk harta peninggalan...

    Saldo Rekening Pengusaha Singapur Lenyap Rp 8,9 Miliar, Sidangnya Alot di PN Batam

    BATAM, PM: Orangnya sudah meninggal dunia pada pertengahan 2021...

    Sekdaprov Kepri Terima Audiensi TIM PKDN Sespimti Polri, Sambut Indonesia Emas 2045

    KEPRI, POSMETRO: Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad diwakili Sekretaris...
    spot_img

    Share

    Sun Ang dan Ang Ho terpidana kasus pembunuhan usai sidang peninjauan kembali di PN Batam. (Posmetro.co/cnk)

    BATAM, POSMETRO.CO: Tepatnya tahun 2010 lalu, Kota Medan heboh kasus penembakan hingga tewasnya suami istri Kho Wie To dan Dora Halim. Dua orang pelaku, Sun Ang dan Ang Ho divonis seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Sumatera Utara. Tujuh tahun dikurung di Lapas Tanjunggusta Medan. Dan dua tahun belakangan ini pindah ke Lapas Kelas II A Barelang, Batam. Hingga tahun ke-9 menjadi terpidana, Sun Ang dan Ang Ho terus mencari keadilan.

    “Saya ke sini hanya mencari keadilan,” ujar Sun Ang ditemui usai sidang Peninjaun Kembali (PK) yang diajukannya di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (28/11).

    “Yang masalah pembunuhan ini kami nggak tau sama sekali,” timpal pria paruh baya yang matanya nampak berkaca-kaca itu. Sun Ang mengaku, dijadikan sebagai ‘tumbal’ dalam kasus penembakan tersebut. Sun Ang mengaku tidak melakukan hal seperti yang telah disangkakan kepadanya.

    “Jadi hari itu saya jemput empat orang saja. Jadi Acui jemput saya. Saya kan sudah sampai Rantau Parapat. Dibilang ada saudaranya mau numpang sembahyang. Saya dari Rantau Parapat balik lagi ke Kisaran jemput yang empat orang itu,” ceritanya.

    “Kebetulan Ang Ho (terpidana) di Medan, saya suruh bantu. Ang Ho tidak tau jalannya. Kebetulan dia datang dari Jeumado. Ang Ho nagih uang di Jeumado itu. Terus pagi Ang Ho mau ke Tanjung Balai Asahan. Saya bilang sekarang aja antar orang itu. Makanya saya jemput empat orang itu,” kenangnya.

    “Habis itu saya pulang ke Bagan Semayang Cemyen. Paginya sampai di Senabui, tanggal 30 bulan itu balik Semayang dan saya balik lagi ke Pekanbaru lalu ke Jakarta. Kemudian balik lagi ke Medan ada kapal nya di Lantamal. Saya turun lagi ke Medan. Kalau masalah pembunuhan saya sama sekali tidak tahu,” tegasnya.

    Sun Ang terus mencari keadilan biar orang tahu, mereka hanya korban. Masalah hutang piutang dirinya dengan korban sebesar Rp 100 juta yang juga dikaitkan, Sun Ang menegaskan hutang tersebut sudah dilunasi jauh sebelum pembunuhan terjadi.

    Penasehat hukumnya, FX Denny S Aliandu mengatakan, pihaknya adalah lawyer (penasehat hukum) yang kesekian. Sudah 7 lawyer yang menangani perkara ini.

    “Ada lawyer yang kabur-kaburan. Kasihan bapak ini (terpidana) ditinggal banyak pengacara sebelumnya sampai pada titik mereka tidak percaya pengacara lagi. Itu yang sangat disesalkan,” ujar Denny di PN Batam.

    Terkait perkara, Denny mengaku, awalnya berpikir dua terpidana itu adalah sebagai pelaku. Karena 4 orang ini memang ada di mobil. Tetapi, katanya ada yang janggal dalam kasus ini.

    “Satu orang yang bernama Acui sampai saat ini tidak pernah ditangkap dan diproses oleh kepolisian,” tegasnya.

    Kata Denny, ini tujuannya untuk menerangkan siapa sebenarnya pelaku pembunuhan berencana itu.

    “Empat orang pelaku sampai kini tidak tahu dimana dan tidak pernah ditangkap diproses pun tidak. Mereka bersenjata lengkap, kalau berdasarkan yang kita baca di media itu, pelaku datang ke tempat. Mereka dengan pakaian biasa. Masih muda tidak tua,” tambahnya.

    Terkait keterangan Eva, ahli hukum pidana Fakultas Hukum UI, disimpulkan pasal 55 KUHP menerangkan, masalah turut serta pemidanaan para terpidana ini adalah ketitik turut sertanya.

    “Sedangkan turut serta itu harus dibuktikan pidana induknya dulu, predikat crimenya harus ada,” lanjut Denny.

    “Artinya penerapan 340 KUHP, pelakunya harus ditangkap dulu untuk menerangkan dia. Nah, keterangan ahli menyatakan bahwa secara kontektasi hukum pidana pemidanaan itu harus pasti. Pidana itu harus ada predikat crime nya baru turut serta bisa dibuktikan,” terangnya.

    Sementara, saksi Bilter Gultom, saksi yang pernah diperiksa pada tingkat pertama, hadir kembali memberikan keterangan sebenarnya. Sebab, keterangan Bilter Gultom saat itu tidak terulas. Saat di persidangan, saksi  hanya ditanyai nama dan segala macam, tapi tidak ditanya berita acara muncul di kepolisian.

    “Dia adalah orang kepercayaan dari ayahnya korban. Orang dekat jadi segala macam tentang permasalahan itu dia tahu. Bahwa ada kriminalisasi pada Sun Ang yang diceritakan kepada kita,” tambahnya.

    “Dosanya Sun Ang itu ada di pundaknya dia. Itu ceritanya kepada kita,” sebut Denny.

    Diakuinya, memang pasca perkara PK diajukan, Bilter Gultom dan saksi lainnya sempat mendapat ancaman. Termasuk saksi Bilter Gultom. “Perlindungan akan kita ajukan ke LPSK,” katanya.

    Sementara, dua alat bukti baru berupa, bukti surat dan transaksi serta CD hasil rekaman. Dengan mengajukan 8 saksi dan 1 ahli. Tiga saksi dihadirkan dan dimintai keterangannya yakni Bilter Gultom, Fauzi Zebua dan Julianto di PN Batam, pada Rabu (27/11) lalu. Sidang PK itu dipimpin Ketua majelis hakim, Dwi Nuramanu dengan hakim anggota Taufik Nainggolan dan Yona Lamerosa Kataren dilanjut minggu depan.(cnk)