KPK Nilai Selain Korupsi, Ini Masalah Lain Kepri yang Cukup Serius

    spot_img

    Baca juga

    Jadi Tersangka, Pj Walikota Tanjungpinang, Terancam Hukuman 8 Tahun Penjara

    BINTAN, POSMETRO: Ditetapkannya Penjabat Walikota Tanjungpinang, Hasan, sebagai tersangka,...

    KONI Kepri Siapkan Atletnya Menuju PON Aceh-Sumut

    KEPRI, POSMETRO: Pelaksanaan PON Aceh-Sumut akan dilangsungkan dari 8-20...

    3 Buaya Terpantau Tim Gabungan Saat Penyisiran Sungai

    BATAM, POSMETRO.CO : Tim gabungan Polri, TNI, Balai Konservasi...

    Selama Mudik Lebaran, Bandara Internasional Batam Layani 1.741 Penerbangan

    BATAM, POSMETRO.CO : PT Bandara Internasional Batam (BIB) mencatat...

    Progres Rempang Eco-City, BP Batam: Listrik dan Air Sudah Mulai Masuk

    BATAM, POSMETRO: Progres pengerjaan bangunan empat rumah contoh untuk...
    spot_img

    Share

    image jawa pos

    PINANG, POSMETRO.CO : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tidak hanya memiliki masalah korupsi, melainkan ada masalah lain yang cukup serius. Kali ini, KPK banyak menemukan konflik kepemilikan aset yang melibatkan sejumlah pemerintah daerah dengan Badan Pengusahaan Batam dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    Hal ini disampaikan Kepala Biro Hubungan Masyarakat atau Juru Bicara KPK, Febri Diansyah usai KPK melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) berkala di Provinsi Kepri pekan ini, Senin hingga Jumat, 22-26 Juli 2019. Kegiatan ini dilaksanakan pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) Gubernur Kepri nonaktif, Nurdin Basirun Cs.

    Febri mengatakan, salah satu persoalan yang menonjol di Provinsi Kepri, sehingga menjadi fokus pada monev kali ini adalah penyelesaian konflik kepemilikan aset yang melibatkan sejumlah Pemda, yaitu Pemerintah Provinsi Kepri, Pemko Batam, Tanjungpinang, Kabupaten Bintan dan Karimun dengan BP Batam dan BUMN.

    “Rekomendasi tersebut merupakan salah satu kesimpulan yang KPK keluarkan setelah menyelesaikan evaluasi semester pertama 2019 terhadap 4 provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan kepulauan Riau,” kata Febri.

    Dikatakan Febri, beberapa konflik kepemilikan aset antara pemerintah daerah terjadi di antaranya karena proses pemekaran dan proses hibah yang tidak tuntas serta keterbatasan bukti administratif kepemilikan. Seperti yang terjadi antara Pemprov Riau dengan Pemkab atau Pemko di Provinsi Kepri, yaitu Tanjungpinang, Bintan dan Batam.

    “Konflik terjadi terkait dengan aset limpahan dari pemda induk yang tidak dilengkapi dengan kelengkapan administratif akibat proses hibah yang tidak cermat ataupun efek dari tingginya nilai aset yang diperebutkan,” ungkapnya.

    Kondisi yang sama, kata Febri juga terjadi antara Pemko Tanjungpinang dengan Pemkab Bintan sebagai efek dari pemekaran wilayah tersebut. Tidak hanya antar pemda, konflik terkait penguasaan aset juga terjadi antara pemda dengan perorangan, yayasan maupun perusahaan terkait tanah dan properti lainnya yang bernilai strategis.

    “Di Pemko Tanjungpinang, sebagai contoh terdapat tanah hibah dari instansi vertikal dan pemda induk yang dikuasai masyarakat karena ketidakcekatan pemko dalam mengurus administrasi hibah,” ujarnya.

    Febri menuturkam, pengelolaan aset atau Barang Milik Daerah (BMD) merupakan salah satu fokus perbaikan sistem yang didorong KPK. Selain itu, aset-aset daerah, baik bergerak maupun tidak bergerak dalam pengelolaannya di Provinsi Kepri masih banyak masalah.(bet)