“Nak ke Batam? Transit saje, ya?”

    spot_img

    Baca juga

    BP Batam – Lions Club Indonesia Kolaborasi Hijaukan Waduk Sei Ladi

    BATAM, POSMETRO: Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) melalui Badan...

    Bottor Erikson Pardede: Harta Pengusaha Singapura Dikuasai Orang Kepercayaan dengan Melawan Hukum

    BATAM, POSMETRO: Sekelumit masalah dihadapi Dewi, termasuk harta peninggalan...

    Saldo Rekening Pengusaha Singapur Lenyap Rp 8,9 Miliar, Sidangnya Alot di PN Batam

    BATAM, PM: Orangnya sudah meninggal dunia pada pertengahan 2021...

    Sekdaprov Kepri Terima Audiensi TIM PKDN Sespimti Polri, Sambut Indonesia Emas 2045

    KEPRI, POSMETRO: Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad diwakili Sekretaris...
    spot_img

    Share

    Catatan Ade Adran Syahlan

    Petugas imigrasi Changi Singapura yang ramah (padahal bukan Melayu) bikin anak saya makin menikmati perjuangan mengakali cara hemat pulang ke Batam via Singapura, Senin 15 Juli lalu. “Tadi banyak mbak-mbak TKI,” katanya.

    Ini kali kedua anak saya melakoni rute Surabaya-Singapura-Batam. Kali pertama saat libur semester pertama kuliah. Dia yang kuliah di Jember, naik kereta api malam selama empat jam ke Surabaya. Sampai subuh di Bandara Juanda. Lalu terbang Surabaya-Singapura dua jam. Seterusnya pakai MRT menuju Harbourt Front untuk ke Pelabuhan Sekupang, Batam.

    Yang pertama masih deg-degan katanya. Yang kedua ini, dia malah melepas penasaran untuk melihat objek wisata yang ada di Changi: air terjun. Apalagi dia punya tenaga lebih segar, karena dari Jember subuh hari. Hingga sampai ke Sekupang 20.12 WIB, kami pun telat jemput karena dikira masuk ferry 20.30 WIB.

    Ya, hemat sih sekitar 800 ribuan dibanding terbang Surabaya-Batam langsung. Tapi kami orang tua tetap berdebarlah. Anak gadisnya nak pulang kampung ke Tiban saja, harus melalui negeri orang dulu. Heee…hee….

    Bagi saya, cara mengakali tiket pesawat yang mahal begini sudah lama tahu dari tetangga. Dia yang kerjanya di perusahaan minyak asing selalu membandingkan mana murah terbang dari Batam atau Singapura. Makanyalah, dia pilih menetap di Batam ketimbang Jakarta agar akses terbang menuju kota (proyek minyaknya berada) mana saja di Indonesia punya alternatif baginya.

    Sampai kapan mengakali begini untuk menuju negeri sendiri? Entahlah. Katanya mulai 11 Juli lalu tiket pesawat turun, nyatanya tak terasa juga. Yah, pandai-pandai sajalah kita warga Batam menyikapinya.

    Mungkin untuk terbang ke Surabaya via Singapura meniru trik yang barusan dilakukan anak tetangga belakang rumah kami. Dari Sekupang last ferry. Lalu si gadis kami tiduran di kursi Bandara Changi sampai pagi. Baru chek in pesawat. Ini semua untuk mengakali lama antri di imigrasi Harbour Front. Masak mau hemat, malah tiket kita hangus gara-gara lama antri imigrasi. Heee…heee..***