Anak Kritis, Lewat BPJS Tak Ada Kamar, Pasien Umum Ada Kamar, Tapi Biaya Rp 60 Juta

    spot_img

    Baca juga

    BP Batam Peduli, Ribuan Paket Sembako dan Santunan Anak Yatim Disalurkan

    BATAM, POSMETRO: Sucinya bulan Ramadhan 1445 H/2024 M menjadi...

    Gubernur Buka Puasa Bersama Para Pimpinan OPD, FKPD dan Instansi Vertikal Kepri

    KEPRI, POSMETRO: Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menggelar acara berbuka...

    Ansar Serukan Istiqomah di Penghujung Ramadan dan Muliakan Al-Qur’an

    KEPRI, POSMETRO: Gubernur Kepulauan Riau H. Ansar Ahmad melanjutkan...
    spot_img

    Share

    BATAM, POSMETRO.CO : Muriati (40) salah satu peserta BPJS Kesehatan yang harus menjadi peserta mandiri. Orang tua dari pasien Dirga Saputra, harus pindah menjadi pasien umum, tak khayal biaya pengobatan terus bertambah hingga mencapai Rp 60 juta di RSUD Embun Fatimah. Belum lagi obatan yang harus ditebusnya sendiri seharga Rp 13 juta.

    Persoalan tersebut ia paparkan saat rapat dengar pendapat (RDP) di komisi IV DPRD Kota Batam, Senin (7/1) sore. Muriati menceritakan, anak lelakinya yang masih berusia lima tahun, awalnya dirawat di RS Camathasahidiyah. Ia menggunakan peserta BPJS Kesehatan. Tanggal 5 Desember 2018 lalu, anaknya masuk IGD karena demam tinggi. Lalu tanggal 11 Desember, dilakukan perawatan karena awalnya terkena infeksi lambung. Diakuinya selama dirawat biaya pengobatan di RS tersebut gratis.

    “Tanggal 12 Desember ternyata positif tipus. Saat itu anak saya dalam kondisi semakin lemah ternyata virus tipus sudah sampai ke selaput otak,” kata perempuan yang tinggal di Tanjung Piayu itu.

    Lalu katanya, dokter mengambil tindakan untuk melakukan scan otak. Namun sayang, Dirga sudah koma dan langsung dimasukkan di ruang ICU. Kemudian pihak RS harus merujuk ke RS tipe B dengan perlengkapan rumah sakit yang lebih lengkap.

    “Anak kami belum dirujuk ke RS lainnya karena semua ICU BPJS penuh. saya sering follow up, namun hasilnya sama tetap penuh,” kata peserta BPJS Kesehatan kelas 1 itu.

    Karena khawatir akan keselamatan si anak, Muriati mengambil tindakan untuk memindahkan anaknya dari peserta BPJS Kesehatan menjadi peserta mandiri. Nasib baik, ternyata ada satu ruangan untuk umum disediakan di RSUD Embung Fatimah.

    “Akhirnya anak saya diterima dengan RSUD. Awalnya saya menjawab dengan umum dan dapat kamar segera tertolong,” terangnya.

    Kata Muriati, ada seorang petugas RSUD yang meminta tandatangan menyatakan pasien umum. Setelah 2 hari dirawat, barulah merasa seluruh pembayaran harus dibayar dengan tunai. “Sudah hampir Rp 60 juta ditambah obat Rp 13 juta,” jelasnya.

    Sebagai peserta BPJS Kesehatan, selama ini keluarganya rutin melakukan pembayaran BPJS Kelas 1. Namun mirisnya saat dibutuhkan, BPJS tidak memberikan apa yang sudah menjadi haknya.

    Sementara, Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam yang sekaligus memimpin RDP, Djoko Mulyono mengatakan pihak BPJS seharusnya bisa menyentuh masyarakat. Sebagian permasalahan seperti ini yang mungkin butuh suatu kebijakan agar tidak merugikan peserta.  “Diharapkan diskusi ini bisa memberikan kebijakan peserta BPJS Kesehatan,” ulasnya.

    Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Batam, Udin P Sihaloho juga menanyakan, mengapa Dirga yang sudah dirawat RS Camathasahidiyah dengan faskes dan koma tengah malam harus dirujuk ke RS Tipe B.

    Waktu anak ini dibawa apakah pihak Camathasahidiyah tidak beritahukan ini pasien BPJS. Kalau dituntut orangtua sudah menandatangani harus umum agar anak selamat.
    “Artinya disitu komunikasinya seperti apa dengan yang sebelumnya,” jelasnya.

    pihaknya juga akan coba ambil bagaimana solusinya untuk kesehatan Dirga. Disisi kita lihat juga kemampuan ekonomi keluarga ini. Tapi bagaimana kuatnya untuk membiayai ini.  “Padahal termasuk peserta BPJS yang tidak pernah menunggak. Bagaimana tindakan BPJS dalam hal ini,” tegas Udin.

    Di lokasi yang sama, Perwakilan RS Camathasahidiyah, Ibrahim mengaku memang pasien harus mendapatkan layanan insentif. Pihaknya sudah menghubungi RS lainnya seperti Elisabet, RSUD EF, Awal Bross, dan Graha Hermine. Namun kenyataannya seluruh ruangan ICU Penuh.

    “Sewaktu mau dirujuk pasti kami sampaikan datanya lengkap. Termasuk siapa penjaminnya apakah umum atau BPJS,” paparnya.

    Kemudian keluarga dan perusahaan merekomendasikan ada ruang PICU yang kosong di RSUD EF. Dengan syarat sebut Ibrahim, apapun risikonya akan menerima apa saja.
    “Kita bantu surat rujukan setelah mendapat tempat pastinya,” ungkapnya.

    Dilain pihaknya, Direktur RSUD-EF, Ani Dewiyana mengatakan sebenarnya pada saat datang pasien, pihaknya sudah sampaikan kepada yang bersangkutan kenapa tidak menggunakan BPJS. Namun karena kondisi orangtua yang panik, sehingga tidak berpikir panjang demi kesalamatan pasien Dirga.

    “Sejauh ini kesadaran Dirga sudah mulai membaik setelah 23 hari. Kita tak bisa melakukan citiscan,” tuturnya.

    Kepala BPJS Kesehatan Kota Batam Zoni Anwar Tanjung mengatakan persoalan ini terbentur kepada peraturan Kemenkes. Pasalnya pasien sudah menyalahi aturan prosedur yang ada. Pihaknya, juga tak bisa mengambil kebijakan.

    “Kami tidak bisa memindahkan jaminan yang awalnya sudah dari umum ke BPJS. Memang kalau diaudit, bukan hanya BPJS, tapi RS juga ikut bertanggungjawab,” pungkasnya.

    RDP kali ini tanpa solusi. Pertemuan akan dilanjutkan kembali tanggal Jumat (11/1). Semua pihak juga di harapkan hadir. (hbb)